Saat ini gerai vape bisa dengan mudah ditemukan di mana-mana. Salah satunya di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat. Sandy, pemilik gerai di kawasan tersebut mengaku tertarik mengelola uangnya di sektor ini karena modal awal yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
"Modal awal Rp35 juta. Itu sudah dapat produk dan sewa tempat. Tapi memang saya beruntung sih karena dibolehkan sewa tempat bulanan, biasanya kan tahunan," ujarnya saat berbincang dengan Medcom.id.
Apalagi, angin segar datang setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.164/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang memberlakukan cukai terhadap produk HPTL. Aturan tersebut sekaligus melegalkan produk HPTL yang terdiri dari rokok elektrik atau vape, molase tembakau, tembakau hirup, dan tembakau kunyah.
Sandy menuturkan, legalitas tersebut sangat berarti bagi pebisnis vape. Selain tidak was-was lagi produknya dirazia, juga berpengaruh pada omzet yang diperolehnya.
"Dapat sebulan rata-rata Rp30 juta sampai Rp35 juta. Meningkat 50 persen sampai 60 persen dibandingkan 2017," kata dia.
Harga Kompetitif
Salah satu alasan mengapa bisnis vape punya prospek yang cerah karena harganya cukup kompetitif dari rokok konvensional. Selain itu, beberapa penelitian mengklaim vape bisa menjadi alternatif bagi perokok konvensional karena kadar nikotin yang relatif rendah.Meski masih banyak pro dan kontra terkait vape, penggunaannya terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. "Sekarang pengguna baru lebih banyak," kata dia.
Sebagai UKM, Sandy termasuk menjual produk yang cukup variatif. Untuk likuid, tokonya menyediakan empat ukuran yakni 15 ml, 30 ml, 60 ml, hingga 120 ml yang harganya beragam.
"Kalau impor itu mahal, 30 ml impor dengan 60 ml lokal itu harganya bisa beda, mahal yang 30 ml impor," jelasnya.
Sampai saat ini, kata Sandy, produk likuid impor dari Amerika Serikat (AS) masih menjadi favorit. "Sudah tertanam dari dulu kalau produk dari sana punya nilai tersendiri."
Sementara produk lokal, masih bisa dikatakan kalah saing dengan produk impor. "Itu kenapa produk lokal kita banyak bermain di packaging, tapi memang rasa enggak bisa bohong sih," ungkapnya.
Lain harga likuid, lain pula harga device (alat). Untuk alat, produk yang dijualnya mulai dari Rp300 ribu hingga Rp2 juta, tergantung desainnya.
"Di toko saya banyak yang model starter kit, paketan gitu, tinggal pakai, itu murah. Tapi kalau sudah classy dan pakai garansi, itu bisa di atas sejuta."
Untuk awet atau tidaknya juga sangat relatif. Sandy bilang normalnya device bisa tahan sampai 5-6 bulan. "Tapi saya enggak bisa bilang general, karena beberapa material ada yang kurang bagus, sehingga cepat rusak," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id