Warga binaan menunjukkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada penyerahannya di Panti Sosial Bina Insan, Cipayung, Jakarta Timur. (Foto: MI/Susanto)
Warga binaan menunjukkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada penyerahannya di Panti Sosial Bina Insan, Cipayung, Jakarta Timur. (Foto: MI/Susanto)

Iuran tak Sepadan Sumber Utama Defisit BPJS Kesehatan

21 September 2018 14:30
Jakarta: Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Iqbal Anas Maruf membantah penyebab ketidakcukupan anggaran biaya pelayanan BPJS Kesehatan lantaran mismanajemen penyelenggara. 
 
Ia menyebut defisit anggaran terjadi lantaran iuran yang dibayarkan peserta tidak sebanding dengan pelayanan kesehatan yang diberikan.
 
"Kalau karena mismanajemen kita sudah tutup dari kemarin. Ini lebih kepada setting iuran yang tak sepadan dengan pelayanan yang didapatkan," ujarnya dalam Metro Pagi Primetime, Jumat, 21 September 2018.

Iqbal mengatakan pihaknya telah menghitung berapa iuran yang terkumpul dari peserta dan setelah dibandingkan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan, selisihnya cukup jauh.
 
Pada 2016 misalnya, disparitas biaya iuran dengan pelayanan kesehatan mencapai Rp2.000 per orang dan meningkat dua kali lipat lebih menjadi Rp5.000 pada tahun berikutnya yang membuat pembiayaan terus membengkak.
 
"Kita menyadari itu karena penyelenggaraan program ini tak lepas dari audit baik internal maupun eksternal. Bahkan untuk efisiensi biaya operasional kami tidak lagi menambah tenaga. Bukan lagi zero growth tapi negative growth karena beberapa di antaranya akan pensiun," kata dia.
 
Senada dengan Iqbal, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar mengakui bahwa defisit pembiayaan layanan kesehatan melalui program BPJS Kesehatan terus mengalami defisit dari tahun ke tahun. Salah satu sebabnya adalah regulasi yang dibuat internal BPJS tak tepat guna meskipun dalam rangka efisiensi.
 
"Ada juga obat yang tidak lagi ditanggung untuk mengatasi defisit. Tapi memang sumber utamanya iuran karena tidak mampu membiayai beban INA CBGs, kapitasi, preventif promotif, dan operasional BPJS," kata dia.
 
Penyebab lain pemerintah tidak mampu membayar rumah sakit mitra yang sudah melayani peserta BPJS, kata Timbul, adalah jumlah iuran yang tidak pernah meningkat. 
 
Bahkan ketika ada tunggakan yang belum tertagih, pemerintah daerah, perusahaan swasta, bahkan peserta mandiri tidak segera menyelesaikannya yang justru menimbulkan persoalan baru.
 
"Dan pada 2017 ada rujukan yang naik, kalau rata-rata nasional harusnya 12,5 sekarang jadi 15 yang otomatis membuat INA CBGs nya tinggi. AKibatnya defisit yang terjadi semakin besar," ungkapnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan