"Itu beyond pemikiran kita (Pansel) gitu ya, kita sampai terhenyak dituduh seperti itu. Sekarang katanya ada konspirasi, buktikan dong," kata Ine kepada Medcom.id di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Maret 2018.
Ine dianggap memiliki kesepakatan dengan perusahaan kartel untuk melemahkan KPPU. Pasalnya, ia pernah menjadi saksi ahli PT Tirta Investama/Aqua Danone dalam kasus Aqua vs Le Minerale yang berperkara dalam KPPU beberapa waktu lalu.
Padahal, kata Ine, tugas saksi ahli hanya membahas hal substansial dan tidak berbicara kasus. Ia pun beberapa kali menjadi saksi ahli di KPPU karena kemampuannya sebagai ahli hukum persaingan usaha.
"Ketemu saja enggak (dengan pihak perusahaan). Kalau saya jadi saksi ahli kan ketemunya sama lawyer. Saya enggak tahu, enggak kenal (dengan perusahaannya)," tambah guru besar Universitas Indonesia ini.
Baca: Usai Reses, Komisioner KPPU Siap Uji Kepatutan dan Kompetensi
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan anggota panitia seleksi bermasalah karena terdapat sejumlah nama yang memiliki kepentingan. Mereka pun dinilai tidak independen karena menjabat posisi strategis di perusahaan besar yang berkasus di KPPU.
Anggota yang dimaksud Azam adalah Hendri Saparini yang menjabat komisioner PT Telkom Tbk, Rhenald Kasali sebagai Komisaris Angkasa Pura II, Alexander Lay sebagai pengacara dan Komisaris Pertamina yang pernah melawan KPPU.
Ada pula Cecep Sutiawan, Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara. Ia disebut lantaran tim yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan assessment, Quantum, mempekerjakan David Tobing yang sedang mengalami perkara dengan KPPU.
Atas dasar tersebut, DPR enggan melakukan fit and proper test terhadap 18 calon komisioner KPPU yang diajukan Pansel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News