Salah satu sudut interior  co-working space
Salah satu sudut interior co-working space

Melirik Peluang Co-working Space di Indonesia

Ade Hapsari Lestarini • 19 Oktober 2017 17:06
medcom.id: Lain jaman, lain generasi, lain pula caranya bekerja. Plesetan dari pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya tersebut mungkin tepat menggambarkan perubahan kebutuhan terhadap tempat bekerja dalam beberapa tahun terakhir.
 
Perubahan tersebut memunculkan masalah di bisnis perkantoran, yaitu permintaan yang relatif jalan di tempat. Di sisi lain perubahan tersebut memunculkan peluang bisnis baru penyediaan ruang kerja, yaitu co-working space.
 
"Generasi Y nggak suka jadi karyawan, mereka lebih suka explore kemampuan dirinya dengan menjadi mandiri," kata Zaenal Budiyono, pemilik co-working space "Ruang Hampa" di bilangan Tanjung Mas Raya, Jakarta Selatan.

Hal serupa disampaikan Director Research and Advisory PT Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo. Dua tahun terakhir pasokan co-working space di Jakarta -terbanyak di kawasan premium Jakarta Selatan- melonjak jadi 20-an dari sebelumnya yang sampai belasan unit.
 
Faktor karakter generasi Y yang sangat melek teknologi, mobile dan punya pergaulan global mendorong bermunculannya co-working space. Fenomena yang sama persis dengan di kota-kota besar Eropa dan Amerika Serikat (AS). "Lokasi awal-awalnya berkembang di kafe-kafe sekitar perguruan tinggi," ujar Arief.
 
Melirik Peluang <i>Co-working Space</i> di Indonesia
 
Konsep co-working space pertama kali diperkenalkan di San Francisco, California, AS, pada 2006. Sekelompok pekerja freelancer yang biasanya 'berkantor' dari kafe ke kafe membutuhkan tempat bekerja dengan suasana serius tapi santai dan terutama ruang rapat layak untuk bertemu klien.
 
Kebutuhan pelanggan yang bosan bekerja di rumah tapi belum mampu menyewa ruang kantor itu bersambut. Setelah wifi, kafe menyediakan ruang yang tidak terlalu hiruk pikuk dengan lalu lalang pengunjung umum serta bilik pertemuan kecil lengkap dengan proyektor dan papan tulis.
 
Di dalam perkembangannya, banyak kafe yang mengubah porsi peruntukan ruangan menjadi lebih fokus sebagai tempat kerja. Maka jangan heran bila interior co-working space adalah gabungan antara ruang kerja ala industri kreatif dengan kafe nan cozy. Bahkan hampir pasti semua co-working space menyediakan makanan dan minuman ringan, beberapa malah menawarkan menu sarapan hingga makan malam.
 
Tapi jangan salah, bukan faktor camilan lezat atau desain interior nyaman yang membuat co-working space disambut baik komunitas freelancer, pekerja kreatif dan pengusaha rintisan di seluruh dunia. Daya tarik utama justu karakter para pengguna ruang kerja bersama, coworker.  
 
"Jumlah coworker di seluruh dunia mendekati empat juta orang dan terus tumbuh, termasuk di Indonesia. Mereka bergerak di organisasi non-pemerintah, konsultan dan e-commerce," papar Arief.
 
Melirik Peluang <i>Co-working Space</i> di Indonesia
 
"Kelebihan co-working space adalah coworker. Mereka kaum muda berpendidikan tinggi, wawasan global, toleran, punya pergaulannya luas dan semua membuka peluang berkolaborasi. Banyak pekerja mandiri yang ketika ngantor di sini, mendapat bonus network baru dan terlibat dalam proyek baru," ujar Grace Sai, pengelola co-working space The Hub Impact, Singapura.
 
Sepertinya di sinilah letak tantangan bagi Zaenal Budiyono dan para pengelola co-working space lain di Indonesia yang semua kalangan muda usia. Bagaimana membuat co-working space menjadi lebih dari sekedar tempat rapat atau numpang bekerja. Namun juga memfasilitasi pertukaran peluang dan terjalin network hingga terjadi kerjasama antar coworker pelanggannya.
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(LHE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan