Ilustrasi gedung Kementerian BUMN. FOTO: Medcom.id/Annisa Ayu.
Ilustrasi gedung Kementerian BUMN. FOTO: Medcom.id/Annisa Ayu.

Kaleidoskop 2019: BUMN Berbenah

Ade Hapsari Lestarini • 24 Desember 2019 20:02
GERAK CEPAT. Itu yang dilakukan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam membenahi kementeriannya. Dibantu dua wakil menterinya, Kartika Wirjoatmodjo dan Budi Gunadi Sadikin, mereka melakukan "bersih-bersih" di perusahaan BUMN.
 
Gebrakan pertama yang dilakukan Erick cukup membuat heboh. Menunjuk Basuki Tjahaja Purnama menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Pria yang kerap disapa Ahok ini menjadi pembicaraan publik lantaran sosoknya yang meledak-ledak.
 
Prokontra pun menuai penunjukan Ahok ini. Penolakan datang dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang menganggap sosok Ahok berpotensi menimbulkan kegaduhan di tubuh dan organisasi perusahaan.

"Kita semua tahu bagaimana track record sikap dan perilaku yang bersangkutan (Ahok) yang selalu membuat keributan dan kegaduhan di mana-mana, bahkan sering kali berkata kotor. Bisa dibayangkan kalau yang bersangkutan masuk ke Pertamina kemudian ada kegaduhan di tubuh organisasi perusahaan," ujar Presiden FSPPB Arie Gumilar.
 
Namun, Erick tak ambil pusing. Menurutnya, penolakan bisa terjadi pada siapa pun, termasuk dirinya. Erick pun tetap memilih Ahok dan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Menteri BUMN agar Ahok segera melaksanakan tugasnya menjadi komisaris utama Pertamina pada 25 November 2019. Ahok pun siap menaati peraturan yang berlaku.
 
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun ingin agar Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia. Dengan kekompakan, kerja bersama dan restu Tuhan, Ahok meyakini harapan tersebut akan bisa terwujud.
 
"Tantangan ke depan pasti banyak, tapi tantangan ini adalah peluang dan menjadi pengingat bahwa kita perlu bekerja sama dengan baik. Saya yakin dengan kekompakan serta kerja sama, serta ridho Tuhan bisa membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia," kata Ahok melalui akun Twitternya @basuki_btp.
 
Erick pun menunggu gebrakan Ahok. Dia percaya kinerja Ahok akan baik. "Beliau itu (Ahok) pendobrak. Beliau juga sangat konsisten dengan deadline," kata Erick dalam program Opsi Metro TV, Senin, 16 Desember 2019 lalu.
 
Erick mengatakan sosok Ahok dibutuhkan di Pertamina karena sangat gigih dalam bekerja. Ahok juga diperlukan karena Pertamina sedang banyak proyek besar. Selain itu, Erick juga membatasi perusahaan BUMN membentuk anak usaha. Sejalan dengan itu, perusahaan energi BUMN terbesar di Indonesia itu berencana merampingkan 142 anak dan cucu perusahaan.
 
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengaku perampingan sudah mulai dilakukan dengan cara holding atau menggabungkan anak perusahaan yang memiliki bisnis inti sama. Nicke menjelaskan mayoritas anak perusahaan migas pelat merah itu berada di sektor hulu. Pasalnya, setiap wilayah kerja harus berada dalam satu perusahaan.
 
"Dari Kementerian BUMN sendiri sudah ada program untuk bidang usaha sejenis, kemudian dijadikan satu holding, itu kita akan ikuti dalam hal tersebut," tuturnya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.

Pemangkasan Pejabat Eselon I

Tak hanya Ahok. Erick juga mengganti seluruh pejabat eselon I Kementerian BUMN yang dipilih pada era menteri sebelumnya, Rini Soemarno. Tujuh deputi dan satu sekretaris utama dimutasi dari jabatan tersebut dan diisi pelaksana tugas (plt).
 
Perombakan pejabat eselon I saat ada perubahan pemimpin Kementerian BUMN lazim terjadi. Tapi kali ini menjadi yang terbesar sejak 15 tahun terakhir karena jumlah dan dilakukan serentak.
 
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan penugasan mantan deputi dan sekretaris Kementerian BUMN menjadi direksi perusahaan BUMN untuk membantu Presiden Joko Widodo mencapai visi-misinya.
 
Arya mengatakan Menteri BUMN Erick Thohir menginginkan perusahaan BUMN dapat 'berlari' memperbaiki kinerja operasi dan kinerja keuangan dengan masuknya mantan deputi dan sekretaris kementerian tersebut dalam jajaran direksi perusahaan.
 
Mantan deputi dan sekretaris kementerian dinilai Erick memiliki latar belakang yang cukup mumpuni untuk mendorong kemajuan perusahaan-perusahaan pelat merah. Apalagi mereka telah mengawasi perusahaan-perusahaan BUMN cukup lama.

Garuda dan Jiwasraya

Belum selesai satu drama, drama lain masih di depan mata. Erick pun dihadapkan dua kasus besar yang menimpa perusahaan BUMN lainnya, yakni Garuda Indonesia dan Asuransi Jiwasraya.
 
Masalah Garuda bermula dari investigasi temuan sparepart Harley-Davidson di pesawat baru Garuda Indonesia jenis Airbus A330-900neo pada 28 November 2019 lalu. Temuan ini menunjukkan adanya modus penyelundupan.
 
Komponen Harley-Davidson bekas yang diduga ilegal ditemukan dalam pesawat Garuda Airbus A330-900 oleh Bea Cukai. Selain itu, ditemukan pula dua unit sepeda Brompton baru dalam pesawat yang baru didatangkan oleh Garuda Indonesia dari Prancis tersebut.
 
Erick pun dengan lantang langsung meminta mantan direktur utama Garuda Ari Askhara untuk mundur. Pun juga berlaku untuk direksi lainnya. Erick tak ragu mencopot para direksi ini karena mempercayakan audit investigasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
 
Laporan keuangan Garuda juga sebelumnya sempat menghebohkan publik. Perusahaan pelat merah itu akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018 di Bursa Efek Indonesia. Dalam restatement itu, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti dilaporkan sebelumnya. Setelah ada penyesuaian pencatatan, maskapai penerbangan itu merugi USD175 juta atau setara Rp2,45 triliun (kurs Rp14.004 per USD).
 
Belum selesai masalah Garuda. Erick juga dihadapkan dengan kasus Jiwasraya. Akar permasalahan dari BUMN tersebut adalah likuiditas yang tidak seimbang antara pendapatan premi serta hasil investasi perusahaan. Berdasarkan laporan bulanan Jiwasraya, produk saving plan turun tajam. Kondisi ini menjadi awal mula mengapa Jiwasraya tak mampu membayar premi kepada para pemegang polisnya.
 
Perusahaan asuransi BUMN ini menunda pembayaran polis jatuh tempo produk JS Proteksi Plan kepada sejumlah nasabah dan berjanji akan segera membayar bunga kepada 1.286 pemegang polis yang telah jatuh tempo. Nilainya mencapai Rp96,58 miliar.
 
Menurut Jaksa Agung ST Burhanuddin, potensi kerugian negara dari kegiatan bisnis Jiwasraya mencapai Rp13,7 triliun. Itu baru per Agustus 2019. Nilai kerugian diperkirakan masih akan bertambah dengan melibatkan 5,5 juta pemegang polis sebagai korban. Sebagian besar merupakan nasabah lama yang juga pegawai negeri.
 
Penemuan potensi kerugian negara itu berarti ada indikasi praktik lancung di tubuh Jiwasraya. Bahkan sangat mungkin penggerogotan terhadap Jiwasraya sudah berlangsung lama.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan Jiwasraya sudah mengalami kesulitan likuiditas pada 2008-2009. Perusahaan itu kemudian menjalani serangkaian langkah penyehatan. Akan tetapi, ketika perusahaan mulai menunjukkan perbaikan, manajemen investasi yang buruk diduga memorakporandakan performa yang positif.
 
Manajemen Jiwasraya berperilaku tidak ubahnya pengelola perusahaan investasi bodong. Nasabah diiming-imingi imbal hasil tinggi yang pada akhirnya nyaris mustahil dipenuhi. Premi diinvestasikan pada saham-saham gorengan yang tipikal sangat berisiko.
 
Nasabah begitu menaruh kepercayaan kepada Jiwasraya karena merupakan perusahaan milik negara. Mereka menyangka dana polis mereka pasti aman karena pemerintah tidak akan membiarkan begitu saja bila BUMN itu mengalami masalah. Label perusahaan pelat merah malah bisa menggaet nasabah asing yang kebanyakan berkebangsaan Korea.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan