Dalam orasinya, massa menuntut pemerintah mencabut PP No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut penetapan UMR tidak melibatkan masyarakat khususnya buruh. Penetapan upah hanya mengacu pada laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Komponen hidup layak (KHL) yang merupakan item-item kebutuhan masyarakat secara umum pun tidak diperbaharui berkala setiap tahunnya.
Koordinator Umum aksi Yohanes Joko Purwanto mengatakan KHL hanya dievaluasi dan dimasukan item-item baru setiap lima tahun sekali, sedangkan kebutuhan hidup terus meningkat secara drastis tiap tahunnya.
"Kami menentang pemerintah yang menganjurkan untuk tidak menggelar aksi, sedangkan UMR masih jauh dari kesejahteraan," ujar Yohanes selepas orasi di Bundaran Tugu Adipura dikutip dari Media Indonesia, Senin 1 Mei 2017.
Yohanes melanjutkan berdasarkan rician KHL pada tahun 2016 yang lalu, seharusnya UMR Provinsi Lampung sebesar Rp 2,5 juta, namun pada kenyataannya hanya sekitar Rp 1,9 juta, akibat PP 78 UMR secara nasional hanya naik 8,25 persen dan paling tinggi 11 persen. Selain itu PHK sepihak dan penghapusan uang lembur dan pesangon, juga kerap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Lampung.
"Kita minta PP 78 dicabut, berikan upah layak, dan tolak sistem kontrak," ujarnya.
Untuk mengamankan aksi tersebut, 756 personil diterjunkan Polda Lampung. Pengamanan dipusatkan di tiga titik, yaitu Tugu Adipura , Kawasan Pelabuhan Panjang, dan Kawasan Industri Bukit Asam. Sebagian personil siaga di Mapolda sambil menuggu perkembangan situasi.
"Ada atau tidak adanya unjuk rasa, anggota tetap siaga di Polda Lampung, ini bentuk antisipasi, sambil menunggu perkembangan situasi berikutnya," kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Sulistyaningsih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News