Menurut praktisi kebijakan publik, Fachry Ali, yang terpenting saat ini adalah pembangunan pelabuhan yang menghubungkan antara ujung Sumatera hingga ujung Papua.
"Sedangkan di Jawa, tidak perlu ada lagi pelabuhan baru, melainkan cukup dengan mengembangkan dan meningkatkan pelabuhan yang sudah ada," ucap dia, dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/2/2015).
Sebut saja Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Tanjung Priok Jakarta, dan Tanjung Perak Surabaya. Jika pengembangan dilakukan seperti itu, maka upaya untuk mengintegrasikan wilayah-wilayah yang terpisah dengan laut menjadi sebuah jalur ekonomi yang efisien, bisa tercapai.
Sehingga konsep tol laut yang diharapkan bisa menjadi solusi pemerataan pembangunan di Indonesia pun bisa diwujudkan. Namun hal sebaliknya, jika memaksakan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, maka justru sangat tidak efisien.
"Kebijakan ini yang saya sebut sebagai Jokowinomics. Yakni kebijakan pemerintah yang cenderung menjadi program belanja yang masif dan ekspansif (massive and expansive spending program). Bukankah membangun Pelabuhan Cilamaya dari nol serta memiliki banyak kontroversi, membutuhkan energi lebih besar daripada mengembangkan yang sudah ada?" kata Fachry.
Menurut Fachry, pelabuhan Cilamaya bukan hanya menjadikan koneksi jalan laut tidak efisien. Di sisi lain, Fachry juga melihat bahwa Pelabuhan Cilamaya juga memiliki dampak buruk yang luar biasa. Mulai rusaknya pipa-pipa dan sumur-sumur minyak Pertamina yang dampaknya sangat berbahaya, hingga hilangnya peran Karawang sebagai penghasil beras nomor satu di Indonesia.
Terlebih, hingga saat ini Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek tersebut pun masih bermasalah. Dalam konteks itulah, Fachry mempertanyakan sikap Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang sangat bersikukuh melanjutkan pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Padahal, di sisi berbeda, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Adrinof Chaniago sudah mengatakan, akan mengkaji ulang rencana pembangunan tersebut.
"Apa sebenarnya motivasi Menhub? Untuk kepentingan siapa Cilamaya? Mengapa tidak mementingkan pengembangan pelabuhan yang sudah, seperti Tanjung Emas?" tegas Fachri.
Tentang kesiapan pengembangan Tanjung Emas, hal tersebut telah dibenarkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Menurutnya, sudah jauh-jauh hari Ganjar mengajukan proposal, namun hingga kini belum ada lampu hijau dari pemerintah pusat. Padahal, semua sudah siap, tanpa kendala berarti, termasuk persoalan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
"Ini menunggu kemauan politik saja sebenarnya. Tinggal ya pembangunan sudah bisa jalan saja. Tetapi ini masih menunggu. Antara Cilamaya dan Tanjung Emas adalah dua entitas yang berbeda. Saya ingin mengatakan, bahwa pembangunan Tanjung Emas sangat siap," tambah Ganjar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News