Gubernur Jawa Timur Soekarwo mencontohkan, jika sebelumnya petani menjual pisang, maka ke depan tidak diperbolehkan lagi menjual hasil pertanian yang masih mentah ke pasar, melainkan harus menjual yang sudah dalam bentuk makanan olahan.
"Jangan menjual pisang mentah tetapi jual keripik pisang atau jangan menjual nangka tapi jual keripik nangka, sehingga petani memiliki nilai tambah, karena hasil pertanian dalam bentuk olahan bisa diterima langsung oleh produsen. Petani jual hasil pertanian tidak lagi pada konsumen atau tengkulak. Apalagi persaingan di MEA sangat ketat," kata Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, di Surabaya, Senin (14/12/2015).
Dengan demikian, kata dia, pendapatan generik bisa naik sehingga kemampuan untuk belanja petani pun naik. Nantinya, sebagian pendapatan harus disimpan dan ditabung sebagai bekal dikemudian hari. "Jadi jangan sampai dihabiskan semuanya untuk belanja konsumsi," tuturnya.
Pakde Karwo menjelaskan, pertumbuhan industri pengolahan di Jatim dari 2010-2015 triwulan III kondisinya terus naik. Pada 2010 pertumbuhan nasional sebesar 3,79 persen. Jumlah tersebut lebih tinggi kebanding 2011 yakni 2,23 persen, dan pertumbuhan nasional 6,26 persen, Jatim di posisi 4,57 persen.
Sementara pada 2012, pertumbuhan industri nasional di posisi 5,62 persen, dan Jatim naik menjadi 6,73 persen. Sedangkan 2013, nasional 4,49 persen dan Jatim tetap diatasnya yaitu 5,85 persen. Selanjutnya pada 2014, nasional sebesar 4,63 persen dan Jatim pada posisi 7,66 persen. Sedangkan 2015 semester III, nasional sebesar 4,22 persen dan Jatim masih pada posisi 5,60 persen. "Jadi, pertumbuhan industri pengolahan di Provinsi Jatim hingga semester III-2015 ini sebesar 5,6 persen," katanya.
Pakde Karwo juga mengklaim kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim terhadap Produk Domistik Bruto (PDB) Nasional juga meningkat. Untuk 2012, Nasional sebesar Rp8.615,70 triliun, PDRB Jatim sebesar Rp1.247.77 triliun atau 14,47 persen. Kemudian di 2013, PDB Nasional sebesar Rp9.524,74 triliun, PDRB Jatim sebesar Rp1.382,43 triliun (share) 14,51 persen.
Selanjutnya di 2014, PDB nasional mencapai Rp10.542,69 triliun dan PDRB Jatim Rp1.540,69 triliun (share) 14,60 persen. "Sedangkan di 2015 pada triwulan III, PDB nasional sebesar Rp8.578,30 triliun sedangkan PDRB Jatim sebesar Rp1.260,02 triliun atau share 14,68 persen," tuturnya.
Adapun untuk memperlancar investasi di Jatim, kata dia, Pemprov Jatim memberikan empat kemudahan atau garansi. Pertama, mempermudah pengadaan tanah. Kedua, mempermudah masalah perizinan. Ketiga mempermudah masalah listrik dan yang keempat menyediakan tenaga kerja dengan SDM yang mumpuni.
Saat ini, lanjut dia, Jatim telah membangun infrastruktur sangat memadai guna memperlancar arus transportasi serta pengembangan investasi di Jatim. Di antaranya, membangun jalan darat (tol an Ateri) yakni rute utara mulai dari Tuban-Surabaya-Banyuwangi sepanjang 218 Km.
Kemudian rute tengah mulai dari Ngawi-Jombang-Surabaya sepanjang 251 Km dan JLS mulai dari Pacitan-Trenggalek (selesai) dan pembangunan sarana jalan ini mendapat dukungan dari APBN 2015 sebesar Rp180 miliar. Selain jalan tol, Jatim juga telah membangun 29 stasiun Kereta Api se-Jatim dan membangun trek ganda jurusan Bojonegoro-Surabaya dengan total keseluruhan sepanjang 895,750 Km.
Selanjutnya, infrastruktur Bandara Udara, di Juanda Surabaya, Abdul Rahman Salah Malang, Blimbingsari Banyuwangi, Trunojoyo Sumenep dan Kuthohardinegoro Jember. Khusus untuk Airport Juada kapasitas kargo sebanyak 152 juta ton. Ditambah dermaga laut yang ada di Tanjung Perak Surabaya, Tanjungwangi Banyuwangi Tanjung Probolinggo dan di Teluk Lamong, Lamongan.
"Semua dibangun untuk menyambut investor yang menanamkan modalnya di Jatim," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News