Dosen Food Technology Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) Rayyane Mazaya Syifa Insani, M.FSc, menyebutkan bahwa pandemi ini berdampak besar pada ketahanan pangan. Oleh sebab itu anjuran pemerintah untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah di tengah pandemi covid-19 idealnya dimanfaatkan masyarakat untuk bertani di pekarangan. Dengan bertani di halaman rumah, kualitas hidup meningkat sekaligus pasokan pangan dapat dipenuhi sendiri.
"Pandemi ini menyebabkan gangguan sistem logistik global yang berdampak pada persoalan akses pangan. Di Indonesia sendiri, dan juga negara lain yang memiliki tingkat ekonomi serupa atau di bawah Indonesia, masalah akses pangan yang timbul umumnya dipengaruhi penghasilan masyarakat yang tidak memadai, bahkan sekedar untuk membeli pangan pokok. Banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat covid-19, menyumbang andil pada menurunnya ketahanan pangan sampai masyarakat harus bergantung pada bantuan pangan dari pemerintah," ungkap Rayyane dalam keterangan resminya.
Beberapa organisasi dunia seperti Food and Agriculture Organization (FAO), International Food Policy Research Institute (IFPRI) dan United Nation (UN) mengatakan, pandemi covid-19 dapat memunculkan krisis pangan baru yang mempengaruhi ketahanan pangan suatu negara, terutama negara miskin dan berkembang.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional juga merilis data soal kenaikan harga pangan yang bergantung impor, misalnya gula yang terindikasi naik harga per Februari 2020 namun sudah menurun kembali per Juni 2020. Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah dan bombay, namun saat ini sudah menurun kembali.
Disamping itu, pandemic ini juga berdampak pada kehidupan petani di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Mei 2020 terjadi penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 0.85% di mana NTP merupakan indikator untuk mengukur tingkat daya beli petani di perdesaan, juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Rayyane menyatakan masyarakat dapat membantu menjaga keseimbangan permintaan dan suplai bahan pangan dengan tidak melakukan panic buying. Terutama untuk bahan-bahan pangan dengan umur simpan yang pendek (perishable). Mengingat umur simpan yang pendek, menimbun bahan-bahan pangan tersebut terlalu lama justru akan membawa dampak lain bagi lingkungan, yaitu meningkatnya limbah dari makanan yang tidak dapat dikonsumsi karena sudah lewat umur simpannya.
"Sinergi di antara masyarakat pun menjadi sangat krusial dalam masa pandemi ini. Banyaknya kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi oleh masyarakat untuk memberikan bantuan bahan pangan untuk masyarakat lain yang membutuhkan dapat sangat membantu terjaganya keseimbangan sistem permintaan dan suplai ketahanan pangan," tambahnya.
Untuk menjaga ketahanan pangan di masa pandemi ini, Dosen Food Science and Nutrition i3L, Widya Indriani mengungkapkan bahwa masyarakat perlu memahami terlebih dahulu definisi ketahanan pangan.
Berdasarkan World Food Summit (1996), ketahanan pangan terjadi saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan yang aman dan bergizi dengan cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Hal ini dapat diidentifikasi dari empat indikator, yaitu ketersediaan pangan secara fisik (physical availability), akses secara ekonomi dan fisik untuk mendapatkan bahan pangan (economic and physical availability), pemanfaatan bahan pangan (food utilisation), dan stabilitas dari ketiga indikator tersebut.
Jika dilihat dari indikator tersebut, untuk menjaga ketahanan pangan, tidak cukup jika hanya menitikberatkan pada masyarakat atau pemerintah. Perlu ada sinergi dan usaha mulai dari tingkat individu, rumah tangga, masyarakat, sektor privat (perusahaan), dan pemerintahan sebagai pemangku kebijakan,” ungkap Widya dalam keterangan resmi, hari ini.
Dalam hal ini, Indonesia dapat mengadopsi sistem pertanian Selandia Baru, terutama untuk komoditas lokal yang diklaim sukses dapat menjaga ketahanan pangan negara tersebut. Diantaranya memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi pangan serta memanfaatkan dana desa melalui program padat karya, juga menggencarkan gerakan beli hasil pangan petani lokal.
Relokasi APBD pun dapat dilakukan untuk memitigasi risiko penurunan ketahanan pangan. Selain itu, pemanfaatan lahan pekarangan dan strategi urban farming yang sedang marak dilakukan masyarakat sejak mereka harus stay at home perlu lebih digencarkan kembali karena bisa menjadi salah satu solusi pangan mandiri keluarga. Misalnya, dengan membudidayakan sayuran dengan masa panen singkat seperti bayam merah dan kangkung yang bisa dipanen dalam kurun waktu tiga minggu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News