Bulog: Beras Eks Impor Tersisa 900 Ribu Ton. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo
Bulog: Beras Eks Impor Tersisa 900 Ribu Ton. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo

Bulog: Beras Eks Impor Tersisa 900 Ribu Ton

Ilham wibowo • 27 Februari 2020 14:29
Jakarta: Direktur Utama Perum Bulog (Persero) Budi Waseso (Buwas) menyebut bahwa stok beras dari pengadaan impor saat ini seluruhnya tersisa 900 ribu ton. Stok beras yang tersimpan rapi di gudang Bulog di berbagai daerah itu dalam kondisi baik dan layak konsumsi.
 
"Saya perlu sampaikan beras eks impor di seluruh Indonesia itu kurang lebih masih ada 900 ribu ton," kata Buwas saat mengecek kondisi beras di Gudang Bulog, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, 27 Februari 2020.
 
Menurut Buwas, jumlah tersebut merupakan sisa dari pengadaan impor beras sebanyak 1,8 juta ton yang dilakukan pemerintah pada 2017. Pasokan beras dari Pakistan dan sebagian dari Thailand itu pun masuk bertahap dan secara keseluruhan berakhir pada 14 Februari 2018.

"Ini impor Pakistan beras ini, (beras) pera, untuk konsumsi di antaranya masakan Sumatera Barat kemudian  pedagang nasi goreng, kalau yang pulen ini dari Thailand," ujarnya.
 
Mantan Kepala BNN ini memastikan seluruh beras pengadaan impor yang ditempatkan di gudang berstandar agar menjaga jaminan kualitas mutu beras. Kualitas beras yang diimpor juga memiliki kualitas produk yang baik sehingga lebih awet saat disimpan dalam jangka waktu lama sebelum dikonsumsi.
 
"Memang beras impor itu kualitasnya bagus karena mereka melalui proses yang benar artinya melalui pengeringan sempurna, proses penggilingannya juga sempurna yang mengakibatkan mereka lebih punya daya tahan dan kualitas yang lebih baik," paparnya.
 
Ketersediaan stok beras tersebut diakui perlu segera didistribusikan ke masyarakat di samping mengakomodasi cadangan beras pemerintah (CBP). Meski bisa bertahan lama, Bulog tetap perlu mengeluarkan dana perawatan yang dipastikan bisa mengurangi efisiensi perusahaan.
 
"Selama tidak ada oksigen, hama dan  tidak ada penyakit ini akan bertahan tapi pasti ada selisih, bagaimana pun ada perubahan-perubahan dari beras ini, sehingga harus kita lakukan rice to rice paling tidak susut 17 persen dari jumlah kilogramnya," ungkapnya.
 
Buwas menambahkan, proses yang dilakukan eksportir beras dengan sarana yang memadai saat ini telah diupayakan agar bisa dilakukan di Bulog. Dengan begitu, serapan beras dari petani lokal bakal lebih maksimal lantaran menggunakan pendekatan teknologi modern.
 
"Mengolah beras kita harus melalui proses ada dryer-nya sehingga padi dari masyarakat itu diyakini kualitasnya bagus, keringnya maksimal, itu yang sedang kami upayakan," tuturnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan