"Dampak bisnis kredit kalau menurut saya gini sebenarnya, secara individu untuk transaksi belanja simpel. Transaksi yang tidak terkait pidana seharusnya enggak khawatir," ujarnya di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Senin (4/4/2016).
Dirinya menambahkan, privasi konsumen kartu kredit juga akan tetap terjaga meski transaksinya diawasi. Pasalnya, DJP hanya memperhatikan sumber dana serta transaksi belanja nasabah,
"Teman konsumen sampaikan privasinya nanti bagaimana? Tapi sekali lagi ini untuk lebih ke ketahuan ngapain kita kerjaannya, belanja apa saja tiap hari," jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. PMK ini ditetapkan sejak 22 Maret dan berlaku sejak diundangkan.
Aturan ini merupakan revisi kelima dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2014 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Dalam beleid menyebutkan bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, dan nomor rekening kartu kredit.
Selain itu, perlu pula menyebutkan nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.
Data tersebut harus segera dilaporkan dalam bentuk langsung ke Direktorat Jenderal Pajak maupun secara elektronik (online) paling lambat 31 Mei 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id