Ilustrasi -- FOTO: ANTARA/DEDHEZ
Ilustrasi -- FOTO: ANTARA/DEDHEZ

KKP Bantah Ada Perbudakan Usaha Perikanan di Indonesia

Husen Miftahudin • 30 Maret 2015 22:31
medcom.id, Jakarta: Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung membantah ada perbudakan usaha perikanan yang dilakukan oleh pengusaha perikanan Indonesia. Menurut dia, kapal perbudakan usaha perikanan yang terjadi di daerah Benjina, Maluku bukan lah kapal milik Indonesia.
 
"Yang jelas, kapal penangkap yang disebutkan dalam laporan AP (the Associated Press‎) bukan lah kapal Indonesia," tegas Saut dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (30/3/2015).
 
Sebelumnya, berita investigasi AP pada 25 Maret lalu mengemukakan bahwa telah terjadi perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) yang dilakukan oleh kapal-kapal Thailand yang dioperasikan oleh PT Pusaka Benjina Resources di Benjina, Maluku. Kapal tersebut melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia untuk perusahaan asal negeri gajah putih tersebut.

"Dengan adanya pemberitaan itu, dikhawatirkan hal ini membuat nama Indonesia menjadi tercemar. Maka itu, kami (KKP) menolak  perbudakan pada usaha perikanan di Indonesia," tegas dia.
 
Ia menjelaskan, dalam laporan investigasi AP yang berjudul "Are Slaves Catching the Fish You Buy?" menerangkan, bahwa terjadi perbudakan warga negara Myanmar sebagai ABK di atas kapal-kapal Thailand yang beroperasi di perairan Indonesia. Hasil tangkapan tersebut berupa kakap merah, udang, dan cumi yang dibawa ke Thailand.
 
"Laporan menyebutkan, ikan hasil tangkapan dibawa ke Thailand untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan. Kita menolak praktek bisnis yang hanya mengutamakan keuntungan tanpa mengindahkan hak-hak pekerja yang wajar," papar dia.
 
Menurut Saut, praktek perbudakan seperti ini merupakan kejahatan manusia yang tidak dapat ditolerir, karena dapat merugikan negara. Selain itu, sebut dia, martabat manusia yang memiliki kebebasan pun direnggut hanya karena mementingkan material semata.
 
"Kita tidak dapat menerima pandangan perusahaan bahwa yang penting keuntungan yang harus didapat, namun tidak mau tahu terhadap tata kelola yang buruk berjalan di perusahaan. Mengenai hal ini, Pemerintah RI, utamanya KKP sangat tegas menolak perbudakan," papar dia.
 
Saut menerangkan, langkah KKP dalam melakukan pembenahan terhadap kapal-kapal ikan dalam Permen KP Nomor 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan hal yang tepat. Pasalnya, hal ini sejalan dengan prinsip KKP yang dengan tegas ingin memberantas praktek Illegal Unreported Unregulated (IUU) Fishing.
 
"Dalam beberapa bulan proses implementasi sejak November 2014, telah terjadi penurunan volume produksi perikanan dari usaha penangkapan khususnya hasil tangkapan dari beberapa kapal ikan eks asing. Namun dalam jangka panjang, harapan terhadap sustainability (keberlanjutan) sumber daya alam, profesi nelayan dan bisnis perikanan adalah suatu keniscayaan atau akan lebih terjamin," pungkas Saut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan