Ilustrasi -- Foto: MI/Sumaryanto
Ilustrasi -- Foto: MI/Sumaryanto

BPD Jangan Memaksakan Spin Off

Dero Iqbal Mahendra • 09 Oktober 2014 19:28
medcom.id, Jakarta: Minimnya permodalan yang terdapat di Bank Pembangunan Daerah (BPD) menjadi suatu batasan yang menghalangi BPD untuk melakukan spin off unit usaha syariahnya sebagaimana yang diamantkan oleh UU No. 21 tahun 2008 untuk menjadi Badan Usaha Syariah (BUS).
 
Pengamat ekonomi syariah, Muhammad Syakir Sula, melihat bahwa BPD sudah harus melakukan konsolidasi aset yakni dengan melakukan merger antar sesama BPD dengan tujuan untuk membentuk suatu BPD nasional yang besar atau bahkan akan lebih baik lagi dengan menjadi bank nasional.
 
Syakir melihat bila BPD apa bila memaksakan spin off saat ini dengan modal yang masih kecil maka dikhawatirkan akan sulit berkembang dan pertumbuhannya dikhawatirkan akan sulit kedepannya. Kondisi tersebut akan menajdi semakin parah bila kedepannya Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dikarenakan bank-bank besar di Indonesia yang ukurannya masih kecil bila dibandingkan dengan bank-bank asing.

"Secara ketentuan dasar mereka tentu akan kesulitan dan untuk ekspansi tidak akan mempunyai dana yang cukup, meski begitu memang tidak semua BPD kekurangan dana," ungkap Syakir, di Jakarta, Kamis (9/10/2014).
 
Syakir melihat secara bisnis paling baik bila BPD di jadikan satu dengan dijadikan satu tempat sebagai pusatnya dengan menjadikan BPD daerah sebagai cabangnya.
 
"Itu akan lebih baik dibanding bila spin off tetapi kecil-kecil yang kemudian setelah digabung kemudian pemda menambahkan modalnya agar dapat menjadi bank nasional. Contohnya adalah BJB yang memang aslinya bank daerah tetapi berimprovisasi yang kemudian menjadi bank nasional," tambah dia.
 
Pertimbangan merger tersebut didasarkan kepada asumsi logis dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi kedepannya. Syakir menilai apabila pemda sebagai pemilik BPD tidak rela untuk di merger dan memaksakan spin off maka dikhawatirkan akan mengalami masalah di OJK dikarenakan akan terbentur aturan permodalan.
 
Saat ini mungkin hanya kurang dari setengah BPD yang memiliki permodalan yang cukup untuk melakukan spin off dan sisanya mau tidak mau harus bergabung. Ia mencontohkan bahwa saat ini jangankan BPD, banyak juga bank nasional yang sudah melakukan spin off akan tetapi perkembangannya sangat lambat dan cenderung berjalan di tempat.
 
Secara teknis, Syakir melihat bahwa tidak ada masalah untuk penggabungan BPD, karena tidak ada bedanya dengan cabang cabang bank di daerah. Namun yang menjadi jadi masalah adalah keinginan pemda tersebut untuk menggabungkan BPD-nya. Meski begitu Syakir optimistis bahwa pemda akan mau melakukan merger tersebut dikarenakan semua pemda pada dasarnya ingin membesarkan BPD-nya dan hanya tinggal masalah koordinasinya saja.
 
"Sebenarnya bukan berati pemda mengambil saham pemda tetapi menambah dan membesarkan. Mereka akan bangga dengan memiliki BPD nasional yang besar menjadi bank nasional," ungkap Syakir.
 
Kedepannya harus ada pihak yang mendorong agar dapat terlaksananya penggabungan dari UUS di tiap BPD, yang dalam hal ini adalah dari pihak asosiasi (ASBANDA) untuk mendorong pihak pemda mengerti akan pentingnya penggabungan UUS BPD dengan proyeksi ke jangka panjangnya ketika menghadapi MEA. Selain itu presiden juga harus memberikan dorongan agar bank-bank syariah ini bisa berkembang setelah MEA.
 
Diharapkan ini menjadi program dari pemerintahan presiden yang baru untuk meningkatkan kualitas BPD. Presiden tentu concern untuk masalah ini, namun tidak perlu mengeluarkan kepres cukup ke arah imbauan kepada gubernur-gubernur di daerah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan