"Saya sengaja mengajak Pak Menteri ESDM untuk melihat langsung dan bertemu dengan manajemen PT Sulawesi Mining Investment (SMI). Apa yang SMI butuhkan, kita upayakan penuhi dan bantu agar cepat selesai dan berproduksi. Jadi ini langkah koordinasi yang konkret dan berorientasi solusi yang efektif," kata Saleh melalui keterangan tertulisnya, Senin (24/8/2015).
Smelter ini dimiliki SMI yang merupakan perusahaan patungan antara Bintang Delapan Group dengan perusahaan asal Tiongkok, Tsingshan Group. Proyek raksasa ini menggarap industri hulu hingga hilir. Berawal dari tambang nikel, lantas dibangun smelter yang memproduksi bahan setengah jadi berupa pig iron dan nantinya bakal memproduksi produk stainless steel.
"Ini merupakan industri mineral mulai dari bijih nikel atau ore sampai stainless steel pertama di Indonesia. Ke depan akan terus dikembangkan sampai produk akhir," paparnya.
Ia menjelasakan, investasi smelter nikel tahap I sebesar USD635,57 juta dengan kapasitas produksi 300 ribu ton per tahun dan didukung oleh PLTU dengan kapasitas 2x65 MW.
"Sekarang sudah masuk ke pembangunan smelter tahap II yang diharapkan selesai Desember tahun ini. Jika selesai, kapasitasnya sebesar 600 ribu ton dengan nilai investasi sebesar USD1,04 milyar dan didukung PLTU sebesar 2x150 MW," ungkap Saleh.
Selanjutnya, pembangunan pabrik tahap ke-3 akan ditargetkan memiliki kapasitas 300.000 ton dan dukungan PLTU sebesar 300 MW, yang rencananya selesai pada akhir 2017 dengan nilai investasi sebesar USD 820 juta. Sehingga secara total, keseluruhan kapasitas, produksi pig iron akan mencapai 1,2 juta ton per tahun dengan didukung PLTU sebesar 730 MW.
Kedepannya, dengan proyeksi terbangunnya Pabrik Stainless Steel berkapasitas 2 juta mtpa (million tons per annum) di 2019 dan berkembangnya industri-industri hilir lainnya, maka diperkirakan di Kawasan Industri Morowali Tsingshan ini akan terserap sekitar 80.000 tenaga kerja.
"Artinya hilirisasi menciptakan dan menjaga nilai tambah tetap berada di dalam negeri. Kalau kita ekspor bahan mentah, ya yang menikmati nilai tambah justru luar negeri. Selain itu, proyek smelter dan kawasan industri Morowali ini berperan menumbuhkan ekonomi daerah, selain pemasukan bagi devisa ke kas negara," papar dia.
Menperin merinci penghitungan nilai tambah dari nikel yang masih berupa bahan mentah (ore) seharga USD30 per metrik ton. Jika diolah menjadi bahan setengah jadi atau pig iron maka nilai jualnya melejit 40 kali menjadi USD 1.300 per metrik ton.
"Nah kalau sudah menjadi stainless steel harganya USD2.800 per metrik ton. Berapa kali lipat jika dibanding hanya berupa bahan mentah? 70 kali," pungkas Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id