Namun demikian, Tapera ini dianggap tidak efektif karena program ini sama dengan Jaminan Hari Tua (JHT) milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sehingga, tidak ada salahnya bila kebijakan semacam ini kembali dikaji.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani mengakui, selain menekan para pekerja, RUU Tapera juga memeras pengusaha. Kondisi ini dianggap Hariyadi justru akan melemahkan daya saing pengusaha Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah mulai diberlakukan.
Bagaimana tidak, sebagai pengusaha Hariyadi mengaku dibebani banyaknya iuran dan upah pekerja yang tinggi. Bahkan, para pengembang yang membangun perumahan pun masih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Kami diskusi sama REI (Real Estate Indonesia), Pak Eddy Hussy bilang bahwa pengembang yang menjalankan misi pembangunan perumahan bingung karena dananya tidak ada. Terlebih cost-nya mahal dan masih dipungut juga PPN," ujar Eddy, dalam 'Dialog Tapera', di Gedung Permata Kuningan, Jalan Guntur Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/2/2016).
Dijelaskannya bahwa dalam lima tahun terakhir, kenaikan upah minimum sudah sebesar 14 persen. Ditambah dengan iuran seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kesehatan hingga cadangan pesangon, pemberi kerja harus menanggung 30,24-31,74 persen dari upah.
"Saya ilustrasikan, andai upah Rp1 juta dengan iuran JKK 0,24 persen maka kenaikan upahnya adalah Rp140 ribu karena 14 persen. Bagaimana dengan kenaikan Jaminan Sosial dan cadangan pesangonnya yang 10,24 persen dikali Rp1,14 juta yang hasilnya Rp207 ribu. Jadi kenaikannya Rp140 ribu ditambah Rp207 ribu atau Rp347 ribu. Inilah yang saya sampaikan kita menolak," tegas dia.
Hariyadi menambahkan, tingginya beban pengusaha ditambah dengan tingkat suku bunga bank di Indonesia yang paling tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN memberikan dampak yang kurang baik. "Filipina itu suku bunga kreditnya tiga persen, Malaysia 5-6 persen, Singapura lima persen," pungkas Hariyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News