"Kementerian Kelautan dan Perikanan mesti melibatkan BPPT dan BMKG agar target produksi garam nasional tercapai," kata Abdul Halim yang juga Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (12/1/2017).
Menurut Abdul Halim, keterlibatan dua lembaga tersebut harus lebih diintensifkan dari sekadar koordinasi, mengingat karakter cuaca dan geografi harus dipertimbangkan dalam merancang teknologi yang ingin dipakai.
Sebelumnya, KKP bakal melakukan Program Integrasi Lahan serta inovasi penggunaan rumah prisma (semacam rumah kaca) dalam rangka meningkatkan produksi garam.
"Kami akan integrasi lahan minimal 15 hektare yang bertujuan meningkatkan produktivitas garam," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi.
Selain itu, KKP juga sedang mewacanakan inovasi rumah prisma yang berfungsi seperti greenhouse (rumah kaca) memaksimalkan cuaca panas yang dibutuhkan dalam produksi garam.
Namun, lanjutnya, jumlah biaya untuk membuat bangunan semacam greenhouse tersebut juga masih sedang dihitung oleh tim terkait garam yang ada di KKP.
"Tim garam KKP sedang menghitung apakah integrasi lahan sebanyak 15 hektare itu semuanya 'greenhouse' atau tidak, bagaimana modalnya," katanya.
Bila jadi dilakukan intervensi dengan membangun rumah prisma tersebut, selanjutnya juga perlu dilihat bagaimana ekspektasi masyarakat terhadap yang menggunakan hal tersebut.
Sejak 2015, ungkap Brahmantya, Program Pemberdayaan Upaya Garam Rakyat (Pugar) juga memperkenalkan teknologi geomembran untuk meningkatkan kualitas produksi garam.
Namun, karena kondisi anomali musim La Nina yang mengakibatkan curah hujan lebih dari 150 milimeter/bulan maka produksi pada 2016 tidak maksimal. Jumlah produksi garam nasional per akhir 2016 sebesar 144.009 ton, atau hanya empat persen dari target yang ditetapkan sebesar tiga juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News