Hal itu disampaikan oleh senator NTT Ibrahim Agustinus Medah saat Komite II DPD kunjungan kerja meninjau implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam. Dalam pertemuan itu, Komite II DPD diskusi dengan asisten 2 Sekda NTT Alexander Sena, pejabat Dinas KKP, KLH, ESDM, Direktur Operasional PT Garam Hartono, dan tokoh masyarakat.
"Saya rasa sangat tepat NTT menjadi penyokong garam nasional, lahan dan potensi ada di NTT," kata Medah dalam keterangan tertulis, Selasa 10 Oktober 2017.
Saat ini, kebutuhan garam nasional mencapai 3-3,8 juta ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan impor untuk memenuhi kebutuhan garam, baik itu untuk konsumsi maupun industri.
Guna menghilangkan kebiasaan impor, pemerintah pusat menunjuk NTT sebagai penyokong industri garam nasional. Lahan seluas 5 ribu hektare sudah disiapkan pemerintah di NTT untuk memproduksi kebutuhan garam nasional.
Direktur Operasional PT Garam Hartono menjelaskan, pemerintah mencanangkan pada 2019 swasembada garam tercapai. Kajian di teluk Kupang teridentifikasi ada sekitar 5 ribu hektare lahan untuk industri garam.
"PT Garam mencoba mengerjakan lahan terlantar tersebut untuk mengejar produksi garam dengan proyek inti plasma," ungkapnya.
Dalam pertemuan itu, anggota Komite II DPD menampung aspirasi masyarakat, khususnya petani garam yang membutuhkan bantuan dari pemerintah seperti modal atau industri dalam pengemasan produk untuk meningkatkan harga jual garam di pasaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News