"Memang ada biaya, tapi upaya ini lebih penting dari sekadar nilai yang dikeluarkan," ujar Sunu, saat ditemui di Gedung Manajemen AirAsia, Jalan Marsekal Suryadrma, Tangerang, Banten, Kamis (4/12/2014).
Menurut Sunu, AirAsia tak menginvestasikan hardware dalam penggunaan I-Checkit. Sebaliknya, kata dia, yang digunakan hanya sebatas database milik Interpol di Lyon, Prancis. "Sistem ini tak ada hardware yang diinvestasikan AirAsia. Hanya menggunakan database saja,” imbuh dia.
Ditemui di tempat yang sama, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Setyo Wasisto berharap, maskapai penerbangan lain mengikuti langkah AirAsia. Bahkan, kata Setyo, dia mengharapkan dunia perbankan dan perhotelan juga menggunakan sistem I-Checkit. Sebab, sistem ini akan berguna mencegah kejahatan sedini mungkin.
"Saya berharap airline lain mengikuti. Tidak hanya airline tapi perbankan dan perhotelan. Karena investasinya tidak seberapa, tapi nilai yang didapat sangat penting. Kalau sudah terjadi kejahatan bisa lebih mahal," sebut Setyo.
Untuk diketahui, penerapan sistem I-Checkit memungkinkan maskapai atau perusahaan yang menggunakan sistem ini menari data stolen and lost travel document (SLTD) di database Interpol tanpa perlu mengakses langsung. Sistem ini tak menarik data pribadi penumpang tapi hanya jenis dan nomor perjalanan dan kode negara yang akan dilacak dalam database STLD.
Penarikan data hanya berjalan 0,5 detik setelah pasport discan melalui sistem. Apabila nomor penumpang menunjukan adanya kecocokan, AirAsia langsung merujuk penumpang tersebut ke pihak berwenang. Interpol secara bersamaan memberikan notifikasi kepada semua biro Interpol Nasional Pusat di seluruh dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News