"Perhitungan IMF dan World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1-5,2 persen hingga lima tahun ke depan. Kalau biasanya kenaikan emas 20,9 persen per tahun, tahun depan kemungkinan naiknya 25-28 persen," jelas Bhima di Gedung Sampoerna Strategic, Jakarta, Senin, 11 November 2019.
Bhima melanjutkan dinamika yang terjadi di perekonomian global justru membuat imbal hasil investasi emas lebih bersinar dibandingkan investasi lainnya.
"Ketidakpastian global, kebijakan suku bunga global yang rendah turut membuat BI memangkas suku bunganya, efeknya ke bunga deposito. Kalau ini berlanjut cukup lama, investasi di deposito dan surat utang jadi tidak menarik lagi, sehingga permintaan emas naik dan harganya jadi menarik," papar Bhima.
Bhima membandingkan emas dengan instrumen investasi lain beserta imbal hasilnya, yang menunjukkan emas masih menarik untuk dikoleksi hingga beberapa tahun ke depan. Investasi saham, misalnya, memiliki imbal hasil 5,25 persen per tahun, deposito sebesar 6-7 persen per tahun, sementara valas 5,41 persen per tahun.
"Selain lebih tinggi, dalam kondisi global yang seperti ini memang lebih baik ambil aset yang aman dulu," imbuhnya.
Kenaikan harga emas menurut Bhima, tidak lepas dari produksinya yang stagnan setiap tahun. "Kalau stoknya terbatas dan permintaan naik, ditambah ekonomi makro yang seperti ini, dipastikan harga tinggi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News