"Lembaga keuangan industri sudah dimatikan sejak 1998 karena krisis dalam merger perbankan nasional. Sejak 1998, kita tak punya long term financing baik industri maupun infrastruktur. Sudah hampir dua dekade," ujar Airlangga, dalam Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri, ditemui di Hotel Bidakara, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav 71-72, Jakarta Selatan, Selasa (5/5/2015).
Ia menjelaskan, lembaga khusus industri ini diperlukan karena hampir setiap negara maju seperti Jepang, Jerman, Tiongkok, dan Korea Selatan memiliki lembaga pembiayaan untuk mendukung tumbuh kembangnya industri lokal. Sehingga, lanjut dia, industri-industri dalam negeri mereka dapat bersaing dengan industri asing.
Airlangga mengungkapkan, akibat tak adanya lembaga pembiayaan khusus untuk industri membuat para pelaku usaha industri mencari pinjaman modal ke lembaga pembiayaan komersial dan asing. Padahal, bunga pinjamannya cukup besar, ditambah dengan jangka waktu pelunasannya yang pendek.
"Indonesia mau bangun industri mau tidak mau dengan pembiayaan asing. Dalam tanda kutip, industri (dalam negeri) dibangun asing. Hal ini membuat sulitnya industri lokal yang bisa tumbuh kurang dan berkembang dari lima tahun," cetus dia.
Ia mengakui, melalui tangan para anggota dewan di kursi parlemen, Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 yang mengamanatkan dibentuknya lembaga pembiayaan industri, akhirnya lahir. Maka itu, ia meminta pemerintah saat ini untuk segera merealisasikan amanat UU tersebut agar industri dalam negeri mampu bersaing dengan industri asing.
"Ini memang harus didesak untuk dibuatkan UU, karena kalau mengandalkan struktur UU Perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) maupun BI (Bank Indonesia), tidak mungkin lahir (UU 3/2014)," tutup Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News