Sebelumnya, perusahan pelat merah ini ditagih Pajak Air Permukaan (PAP) yang sangat drastis oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan tarif industri progresif sebesar Rp1.444 per m3, sehingga dalam satu tahun Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) lebih dari Rp500 miliar.
"Ini perlu dikaji ulang, tidak bisa Pemprov Sumut dengan serta menetapkan pajak tanpa melihat konstalasi dan siklus sebuah perusahaan seperti Inalum, apalagi ini perusahaan BUMN," kata Pengacara Acong Latif, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (24/4/2016).
Menurutnya, persoalan kisruh masalah PAP antara Inalum dengan Pemprov Sumut sangat mendasar, yakni soal perbedaan pandangan mengenai tafsir atas Pasal 9 ayat (3) UU No 28 Tahun 2009. Dalam pasal itu disebutkan bahwa khusus penetapan harga dasar untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan oleh pembangkit listrik sebesar Rp 75 per. Kwh.
"Nah, kita akan mendudukkan persoalan ini, sehingga pemprov tidak sewenang-wenang dalam menetapkan PAP Inalum ini," jelasnya.
Dia menegaskan, jika Inalum dikategorikan sebagai subjek pajak untuk pemakaian dan/atau pemanfaatan air permukaan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Pergubsu (sebagai pembangkit listrik).
"Maka harga dasar Air Permukaan adalah sebesar Rp75 per Kwh yang berarti dihitung dari Kwh yang dihasilkan dan bukan berdasarkan kubikasi air mengalir untuk golongan industry K-I. Ini yang betul dan berkeadilan," tegasnya.
Untuk itu, pihaknya sudah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak untuk meminta keadilan.
"Inalum sudah mendaftarkan permohonan banding di Pengadilan Pajak Jakarta di Desember 2015 dan dan Januari 2016. Sekarang tinggal nunggu proses Persidangannya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id