"Sekarang kan investasi yang masuk itu memang meningkat, tapi itu dibarengi dengan penurunan defisit pada barang dan jasa. Ini kan persoalannya berarti ada pada investasinya yang tidak berkualitas," ucap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, saat ditemui di Restaurant Pulau Dua, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8/2014).
Apalagi, lanjutnya, ditambah dengan tidak adanya insentif di bidang padat karya seperti manufaktur, tekstil, serta garmen. "Bidang-bidang tersebut sekarang kan sudah tidak ada insentif lagi. Itu sebenarnya yang sekarang harus diperhatikan," ujar Prastowo.
Prastowo menyebut bahwa insentif tersebut dalam bentuk peremajaan pada bidang automotif seperti mesin-mesin. Bahkan, tambah Prastowo, akan sangat baik apabila juga ada pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bea masuk.
"Itu harus ada insentif dan pengurangan PPN. Kalau perlu adakan pembebasan PPN dan bea masuk, sehingga akan lebih murah harga spare part mesin pada kendaraan bermotor," paparnya.
Ia menyarankan kepada pemerintahan Jokowi-JK agar bisa mewujudkan hal-hal terseebut agar bisa menambah laju investasi yang diimbangi dengan kualitas investasi tersebut.
"Kalau Jokowi fokus mengurus insentif pada padat karya, saya kira itu akan menjanjikan (investasinya)," pungkas Prastowo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News