Seorang penjual sedang memilih telur. (FOTO: Koresponden MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)
Seorang penjual sedang memilih telur. (FOTO: Koresponden MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

22 Juli Harga Telur Ayam Diharap Kembali Normal

Kautsar Widya Prabowo • 17 Juli 2018 12:42
Jakarta: Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) menilai  penurunan produktivitas ayam berimbas pada kenaikan harga telur yang melambung tinggi.
 
Kenaikan harga telur yang mencapai Rp31 ribu per kilogram (kg) ini jauh dari harga yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017, di mana harga di tingkat konsumen Rp22 ribu per kg.
 
Ketua Umum Gopan Heri Dermawan menjelaskan jika biasanya memelihara ayam sebanyak 1.000 ekor, maka hanya bisa panen 950 ekor. Sementara 50 ekor lainnya adalah ayam yang tidak bisa menghasilkan telur.

"Sekarang ini kalau saya pelihara ayam 1.000 ekor hanya bisa panen 800 ekor, yang 200 ayam kerdil, tidak layak jual, dengan berat empat sampai lima ons," ujarnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin, 16 Juli 2018.
 
Ia mengaku kondisi ini diyakini yang terparah sejak dirinya bergelut dengan usaha ternak pada 1985. Faktor pendukung baik dari pakan yang tidak lagi mengunakan Antibiotic Growth Promoters (AGP) sehingga rentan terhadap penyakit hingga cuaca ekstrem di beberapa wilayah, serta libur Lebaran yang cukup panjang.
 
"Lebaran itu H-7 dan H+7 Lebaran tidak ada yang masukkan ayam, dampaknya sekarang (harga telur naik). 22 Juni baru mulai ada, 22 Juli baru normal lagi," tambahnya.
 
Selain itu, terkait adanya oknum yang mempermainkan harga, pihaknya meyakini hanya menjual terhadap orang pertama atau disebut D1. Kemudian selebihnya akan dijual kembali melalui rantai dagang yang cukup panjang.
 
Hal tersebut yang ikut menaikkan harga telur ayam. Sehingga Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, akan memotong rantai perdagangan.
 
Lebih lanjut, rapat yang diikutinya bersama Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan dan pengusaha terkait, untuk menemukan solusi kondisi harga jual yang tinggi. Padahal dari lokasi peternak sampai ke pedagang ditambah ongkos lainnya hanya terpaut Rp7 ribu saja, bahkan ada yang terpaut hingga Rp9 ribu.
 
"Contoh harga ayam hidup di Ciamis itu Rp24.500 per ekor, ternyata di Jakarta dijual Rp35 ribu. Jika ditambah transportasi Rp2 ribu, ditambah susun Rp500 jadi Rp27 ribu. Tapi D1 jual ke S1 Rp35 ribu, range-nya sampai Rp9 ribu," tuturnya.
 
Sehingga, dengan adanya temuan tersebut, Satgas Pangan serta stakeholder terkait akan mencegah kondisi tersebut tidak semakin berlarut. "Satgas pangan yang akan turun untuk meneliti, sudah ada tinggal pendalaman," pungkasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan