Seperti diketahui, BPDP akan memberikan subsidi sebesar Rp600-Rp700 per liter untuk penggunaan bahan bakar jenis ini. "Kita sudah menyepakati ketentuan support biodiesel. Badan ini akan memberikan support Rp600-Rp700 per liter, ini adalah on top dari Rp1.000 subsidi pemerintah terhadap solar yang sudah ditetapkan dalam APBN," ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (15/7/2015).
Dia menambahkan, subsidi yang diberikan melalui BPDP ini akan dialokasikan kepada produsen, seperti Pertamina, sehingga nantinya harga jual menjadi lebih murah.
"Subsidi Rp1.000 akan diberikan kepada konsumen, prinsip supportnya pada konsumen tapi mekanismenya itu Rp1.000 diberikan pada produsen BBM-nya, itu fix (tetap) di APBN, yang Rp600-Rp700 itu bergerak sesuai harga pasar, diberikan kepada produsen bahan bakunya, jadi konsumen secara tidak langsung akan diberikan subsidi Rp1.600-Rp1.700 per liter," jelas Bayu.
Oleh karena itu, Bayu mengimbau kepada PT Pertamina (Persero) untuk menggunakan bahan bakar jenis campuran sawit. Menurut dia, sejak era presiden presiden SBY, Pertamina dinilai kurang berminat menggunakan biodiesel dengan alasan selisih harganya lebih tinggi jika dibandingkan dengan fosil diesel. Dengan adanya dana 'celengan' sawit ini, mau tidak mau Pertamina harus menggunakan B15 (biodiesel 15 persen).
"Ada selisih harga biodiesel dengan MOPS (Mean of Platts Singapore). Dengan adanya sistem ini menyelesaikan selisih harga tersebut, jadi tidak ada alasan bagi Pertamina untuk enggak menggunakan B15," kata Bayu.
Langkah pengembangan BBN Nabati tersebut sudah sejak lama dirintis oleh pemerintahan sebelumnya. Namun, tidak bisa berjalan karena berbagai faktor teknis seperti pendanaan pengembangannya. Untuk mengurai kemandekan ini, Pemerintahan Jokowi berinisiatif mengembangkan dana pugutan. Inisiatif ini disambut positif oleh kalangan industri perkebunan maupun petani sawit.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono turut mendukung kebijakan pemerintah Jokowi terkait pungutan dana perkebunan (crude palm oil fund) yang tertuang dalam PP Nomor 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Perpres Nomor 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Kelapa Sawit.
Joko mengatakan pungutan dana perkebunan tersebut akan memberi manfaat yang positif bagi industri kelapa sawit Indonesia, khususnya bagi para petani kelapa sawit.
"Gapki mendukung kebijakan ini yang dituangkan dalam regulasi dan tujuannya sekarang sudah komprehensif. Ini perlu kita apresiasi karena dana perkebunan ini untuk mengembangkan industri sawit secara keseluruhan. Ini yang perlu kita dukung," lanjut Joko.
Ia menegaskan dana hasil pungutan tersebut harus benar-benar dialokasikan untuk pengembangan biodiesel dan penanaman kembali (replanting) perkebunan rakyat, riset, promosi pasar, hingga pengembangan SDM. "Yang bagus itu dalam pengumpulan dana tersebut untuk pengembangan sawit dan BBN nabati," tegasnya.
Bayu Krisnamurthi menyambut baik dukungan yang diberikan seluruh stakeholder tersebut karena lembaga yang dipimpinnya memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan biodiesel dan keberpihakan terhadap petani sawit sangat dirasakan dengan adanya celengan dana sawit ini.
"Kedua, dukungan diberikan kepada konsumen untuk bisa konsumsi biodiesel. Kalau saya gunakan satu indikator saja, emisi karbon dengan gunakan biodiesel emisi karbonnya dari beberapa penelitian antara 20-40 lebih rendah dibanding fosil fuel atau diesel. Kami sudah sepakat besarnya support untuk biodiesel. Perhitunganya sudah ada," jelasnya.
Bayu berharap ke depan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil terus berkurang setelah pengembangan BBN biodiesel tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News