"Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, diketahui IHSG mengalami penurunan signifikan. Kemarin, 17 Juni posisi IHSG ditutup pada level 4.945, turun jauh dibandingkan posisi awal tahun sebesar 5.200," ujarnya, di Restoran Sari Kuring, Jalan Jenderal Sudirman, SCBD, Jakarta Pusat, Senin (22/6/2015).
Dirinya menambahkan, secara year to date (ytd), IHSG turun sekira 5,38 persen. Sementara, dalam sebulan terakhir IHSG turun sekira 6,15 persen. "Kurs rupiah terhadap USD juga mengalami depresiasi. Per 17 Juni, berada pada posisi Rp13.317 per USD atau terdepresiasi sekira 7,49 persen ytd. Tekanan yang sama juga terjadi di pasar obligasi," jelas dia.
Menurut dia, hal ini merupakan dampak sektor keuangan global seperti pelaksanaan quantitative easing (QE) di Eropa, membaiknya data upah, dan unemployment rate di AS, serta espektasi peningkatan suku bunga oleh The Fed.
Namun begitu, dirinya meminta agar Industri Keuangan Non Bank (IKNB) untuk tidak panik. "Kami minta agar IKNB untuk tidak panik dalam menghadapi kondisi saat ini mengingat secara umum tidak terdapat kebutuhan likuiditas yang ketat saat ini," jelasnya.
Selain itu, menurutnya, kondisi ini juga merupakan alert bagi industri keuangan. "Kita perlu mewaspadai volatilitas yang terjadi di pasar secara cermat dan intensif. Dibandingkan kondisi keuangan masa lalu ketidakstabilan atau goncangan atau krisis merupakan hal yang semakin sering terjadi," pungkasnya.
Masing-masing lembaga keuangan jiga perlu membuat stress test internal untuk memonitor kekuatan dari masing-masing lembaga terhadap berbagai skenario yang mungkin terjadi di pasar saat ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News