"Perilaku masyarakat dalam memperlakukan fisik uang terutama uang kertas, menjadi faktor utama yang memengaruhi kualitas uang," kata Kepala Perwakilan BI Provinsi Gorontalo Suryono, seperti dikutip dari Antara, di Gorontalo, Selasa (31/5/2016).
Menurut dia, distribusi terbesar uang tidak layak edar adalah jenis uang kertas nominal pecahan Rp2.000 sebesar 36,24 persen. Kemudian diikuti uang kertas nominal pecahan Rp50.000 sebesar 20,34 persen dan uang kertas RP5.000 sebesar 10,99 persen.
Ia menilai, perlakuan yang tepat seseorang terhadap fisik uang dapat membuat kualitas fisik uang bertahan lama. "Bank Indonesia ke depan selalu mendorong masyarakat untuk menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat," tegasnya.

Petugas menunjukkan uang yang tidak layak edar yang akan dimusnahkan
Selain itu, tambahnya, dengan kebijakan clean money policy, BI berupaya menggantikan uang tidak layak edar tersebut sehingga kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi sesuai dengan pecahan yang dibutuhkan.
Lebih jauh, ia mengungkapkan, sejalan dengan turunnya laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo di triwulan I-2016, transaksi dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan melalui mekanisme pembayaran tunai juga turun.
"Hal itu tampak pada aliran uang pada kas titipan BI di salah satu bank umum di Gorontalo, yakni uang masuk (inflow) lebih besar dari uang keluar (outflow). Transaksi inflow tercatat sebesar Rp562,81 miliar, meningkat sebesar 115,30 persen dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp261,41 miliar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News