Menteri Perdagangan ?Enggartiasto Lukita. MI/Galih Pradipta.
Menteri Perdagangan ?Enggartiasto Lukita. MI/Galih Pradipta.

Mendag: Saya Telah Ajukan Keberatan ke WTO

Dian Ihsan Siregar • 27 Maret 2017 14:40
medcom.id, Jakarta: ‎Menteri Perdagangan ‎Enggartiasto Lukita menyebutkan dirinya sudah mengajukan keberatan atas besarnya penerapan bea masuk anti-dumping (BMAD) pada produk biodiesel Indonesia ke pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pengajuan itu berupa pengiriman surat keberatan ke Word Trade Organization (WTO). 
 
"Iyalah keberatan kita. Kalau ke Amerika kita sudah menyampaikan ke WTO," kata Mendag, ditemui dalam acara 'Rakernas XVI HIPMI dengan tema Economic Revolution' di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Senin 27 Maret 2017.
 
Sekadar informasi, nilai BMAD yang dikenakan untuk Indonesia cukup besar di kisaran 8,8-23,3 persen, atau setara EUR76,94-178,85 ‎per ton. Adanya pengenaan itu membuat ekspor biodiesel dari Indonesia ke Eropa mengalami penyusutan.

baca : Sengketa Biodiesel, RI Gugat Uni Eropa di WTO
 
Pemerintah Indonesia yakin, bahwa komisi Eropa sebagai otoritas penyelidikan melakukan kesalahan dalam metodologi dan penghitungan normal value, serta profit margin yang menyebabkan produsen atau eksportir biodiesel asal Indonesia dikenai nilai BMAD yang cukup tinggi.
 
"Yang pasti kita menyampaikan keberatan. Tinggi sekali (BMAD)," jelas politisi dari Partai NasDem tersebut.
 
Walaupun pemerintah belum mengeluarkan petisi, tutur Enggar, langkah pengajuan keberatan ke WTO diharapkan bisa mengubah keputusan penerapan BMAD terhadap ‎ekspor biodiesel Indonesia ke Amerika Serikat dan Negara Uni Eropa. 
 
"Tapi kami sampaikan dulu, saya seperti Argentina dulu. Kita sudah lakukan pernyataan keberatan, protes agar itu tidak diteruskan," tegas Enggar.
 
Sebagaimana diketahui, penetapan angka BMAD yang tinggi bisa membuat ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa mengalami penyusutan. 
 
Sejak dikenai angka BMAD oleh Eropa, ekspor biodiesel dari Indonesia ke Eropa turun 72,34 persen, dari USD635 juta di 2015 menjadi USD‎9 juta di 2016. Penurunan itu membuat pemerintah Indonesia menilai ada ketidakadilan dalam hal tersebut.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan