Dalam penandatanganan nota kesepahaman Bank Muamalat Indonesia dan Bank Bukopin, di Jakarta, kerja sama transaksi repo dinyatakan syariah tersebut dilakukan guna mendorong pendalaman pasar khusus syariah dan mengatasi tantangan manajemen likuiditas.
Lingkup kerja sama yang disepakati antara lain membuka jalur transaksi repo, menggerakkan frekuensi perdagangan sukuk surat berharga syariah negara (SBSN) di pasar sekunder, dan memunculkan alternatif rencana kontingensi likuiditas yang tidak bergantung limit.
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dihadiri oleh Direktur Bisnis Korporasi Bank Muamalat Indra Y Sugiarto, Direktur Perencanaan dan Keuangan Bank Bukopin Eko Rachmansyah Gindo, Direktur Keuangan Bank Muamalat Hery Syafril, dan Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) Muhammad Anwar Bashori.
Para pihak tersebut optimistis repo syariah antara bank syariah dan bank konvensional merupakan jawaban atas sejumlah hambatan perkembangan perbankan syariah Tanah Air akibat keterbatasan likuiditas, antara lain karena jumlah instrumen pasar uang antarbank sesuai syariah yang sangat terbatas.
Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Buchori berharap kerja sama semacam ini tidak hanya terjadi dalam repo BMI-Bukopin saja, namun bisa juga diikuti oleh bank-bank lain.
"Karena perbankan syariah sebenarnya lebih luas pasarnya. Harus diupayakan agar magnetnya sama dengan (bank) konvensional, sehingga nantinya syariah bisa lebih optimal," kata dia, seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/7/2016).
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.17/10/DKMP, transaksi repo syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah oleh bank umum syariah, unit usaha syariah, atau bank umum konvensional yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan janji pembelian kembali pada waktu tertentu yang diperjanjikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News