"Sebelumnya di 2014, berdasarkan data FAO, Indonesia berada di peringkat kesembilan di dunia. Tapi di 2017 ini peringkat Indonesia diproyeksikan naik yaitu peringkat ketujuh dunia sebagai negara penghasil jagung," ujar Kepala Bidang Data Komoditas Pangan Kementan Anna Astrid dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 23 November 2017.
Dia menjelaskan peningkatan peringkat tersebut diukur dari keberhasilan suatu negara meningkatkan produksi jagung. Pengukurannya menggunakan satuan bushels sebagai unit ukuran volume kering dalam perdagangan komoditas pertanian khususnya di Amerika dan Eropa. Satu bushels sama dengan 25,40 kg.
Anna menjelaskan produksi jagung Indonesia pada 2014 hanya 748,32 ribu bushels berdasarkan data FAO. Sementara pada 2017, berdasarkan data angka ramalan (ARAM)-II 2017 produksi jagung sebesar 28 juta ton atau 1.100 juta bushels atau 1,1 miliar bushels.
"Peningkatan produksi 2017 ini berkat Program Upsus melalui pengembangan jagung tiga juta hektar, integrasi sawit/kebun dan perhutani dengan jagung, kemitraan GPMT dengan petani jagung dan kebijakan harga bawah di petani, sehingga mendongkrak menaikkan peringkat Indonesia dan pada 2017 sudah swasembada jagung. Pada 2017 tidak ada impor jagung untuk pakan ternak," jelasnya.
Perlu diketahui, negara yang menempati peringkat pertama penghasil jagung di dunia yakni Amerika Serikat, diikuti Tiongkok di peringkat kedua, Brasil peringkat ketiga, Iowa peringkat keempat, Argentina peringkat kelima, dan Ukraina peringkat keenam.
Artinya, lanjut Anna, Indonesia berhasil juga mendekati Ukraina yang produksinya 1,30 bushles. Pada 2018 Kementan mengarahkan untuk pengembangan 4 juta hektare (ha) jagung.
"Harapannya satu sampai dua tahun ke depan peringkat Indonesia akan naik menjadi peringkat kelima di atas Argentina dan Ukraina," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News