"Omzet kami per tahun mencapai USD2,5 juta atau setara Rp35,7 miliar (kurs Rp14.300/USD)," ujar Marketing MAS Raditya Ekaputra kepada Medcom.id di acara Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2019 di JIExpo, Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.
Ia memaparkan industri kerajinan tangan yang dirintis sejak 1998 ini telah memberdayakan ribuan ibu-ibu rumah tangga, khususnya warga sekitar Sukoharjo. Keterlibatan warga ini pun mampu menghasilkan 11 ribu produk kerajinan tangan untuk diekspor ke Amerika Serikat dan Eropa per bulan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Produk kami buat menggunakan tangan terampil dari warga Solo. Kami memberikan pelatihan selama satu minggu," ujarnya.
Pihak MAS hanya menyediakan bahan baku yang sebagian besar diperoleh dari bahan alami Indonesia seperti rotan dan seagrass. Selain desain, tata cara pengerjaan pun difasilitasi agar menjaga standar produk.
"Produk kami 80 persen diekspor ke Amerika Serikat dan baru 10 persen ke Eropa seperti Inggris dan Prancis," ungkapnya.

Marketing MAS Raditya Ekaputra. (FOTO: Medcom.id/Ilham Wibowo)
Warga Solo yang terlibat dalam pengerjaan bakal diberikan imbalan mulai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per produk sesuai kesulitan pengerjaan. Dalam satu bulan, rata-rata warga bisa menyelesaikan 15 hingga 30 barang.
"Kami ada karyawan di kantor hanya 15 orang. Kami maunya selain bisnis, nilai sosial juga dicapai dengan memberdayakan masyarakat sekitar," ungkapnya.
Nilai ekspor produk untuk hiasan properti rumah ini terus bertumbuh. Pasar internasional menjadi tujuan utama dengan menawarkan kepada pembeli di berbagai ajang pameran.
Radit menyebut harga satuan produknya dijual kisaran USD20 hingga USD40 di pasar internasional. Meskipun diperbolehkan untuk mengganti merek oleh importir, label buatan Indonesia tetap dimunculkan untuk menerapkan rasa originallitas di setiap barang.
"Pameran furnitur internasional kami jadikan untuk mengenalkan produk asli Indonesia kepada pembeli seperti sebelumnya dilakukan di Las Vegas," pungkasnya.
(AHL)