"Ada kecenderungan pihak tertentu ingin memonopoli kegiatan taksi. Yang monopoli pasti tidak bagus," kata Budi saat sosialisasi tentang rancangan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomr 26 tahun 2007 tentang Taksi Daring yang berlangsung di salah satu hotel di Surabaya, Sabtu 21 Oktober 2017.
Menurutnya, kehadiran taksi daring dengan tarif lebih murah dibandingkan dengan taksi konvensional berpotensi menimbulkan monopoli jasa taksi.
Dia meminta taksi daring yang mulai marak untuk tidak membuat masyarakat terbuai dengan tarif murah dan untuk kepentingan jangka pendek karena membuat operator taksi konvensional yang telah lama eksis bisa bangkrut.
"Pemerintah ingin melindungi semua pihak terkait dengan kegiatan taksi dengan tetap memberikan ruang kepada taksi daring karena kehadiran teknologi tidak bisa dielakkan," tutur dia.
Meski demikian, Budi tak memungkiri kehadiran teknologi informasi dalam jasa taksi memang dibutuhkan. Namun pemerintah berkewijaban untuk melindungi taksi konvensional yang telah lama eksis.
"Kita buat payung hukumnya dengan spirit agar dapat melayani konsumen dengan terbaik dan bisa memberikan keselamatan penumpang yang bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.
Adapun sosialisasi tentang revisi aturan jasa taksi daring dilakukan secara serentak di tujuh kota di Indonesia termasuk di Surabaya. Sosialisasi dilaksanakan secara serentak di Balikpapan, Palembang, Medan, Bandung, Makassar, Surabaya dan Semarang.
Sejumlah poin yang diatur dalam revisi aturan yang rencananya akan mulai berlaku mulai 1 November 2017 antara lain adalah adanya tarif batas bawah dan batas atas, wilayah operasi dibatasi, ada kuota mobil taksi daring setiap wilayah, taksi harus berbadan hukum dengan minimal lima mobil, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor ITNKB) sesuai wilayah operasi, memiliki SIM A umum dan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News