Menurut Anton, pertumbuhan kredit perbankan saat ini memang masih relatif melambat, bahkan beberapa bank pertumbuhannya di bawah 10 persen. Tentu dibutuhkan kebijakan yang memang benar-benar mendorong pertumbuhan kredit di waktu-waktu mendatang.
"Makanya itu juga (kredit masih melambat) yang jadi argumen BI untuk tidak turunkan suku bunga namun lebih baik GWM-nya diturunkan. Tapi saya khawatir dana ekses dari GWM balik lagi ke BI, ditaruh di instrumen BI lagi," ujar Anton, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Sebelumnya, ketentuan mengenai penurunan GWM tersebut mulai berlaku efektif pada Selasa 1 Desember. Bank sentral menyatakan pelonggaran GWM dalam rupiah tersebut dapat meningkatkan kapasitas perbankan dalam menyalurkan kredit hingga Rp18 triliun.
Anton mengharapkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) dapat diturunkan untuk dapat membantu perekonomian domestik yang masih lesu. "Terus terang saya mengharapkan tapi nampaknya makin susah ya Bank Indonesia menurunkan BI rate-nya tapi paling tidak saya mengharapkan Fasbi (fasilitas simpanan BI atau deposit facility) bisa diturunkan," ujar Anton.
Anton menilai pemerintah telah berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai macam stimulus kebijakan dan mulai sudah menunjukkan hasil, namun dari otoritas moneter agak enggan menurunkan suku bunga acuan karena sudut pandangnya lebih kepada mencegah arus modal keluar (capital outflow).
"BI cenderung ngeri terhadap capital outflow sehingga stimulus dalam bentuk pelonggaran moneter baru diberikan sinyal sebulan terakhir ini," pungkas Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News