Hal itu disampaikan oleh Firman menyikapi dampak kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen. Kebijakan yang akan diterapkan pada Januari 2020 itu dinilai akan berdampak buruk terhadap industri rokok.
"Investasi yang sudah ada harus dijaga," kata Firman di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2019.
Politikus Golkar itu menyebutkan, kenaikan cukai rokok memiliki efek domino. Salah satunya, penurunan produksi karena merosotnya daya beli rokok akibat kenaikan cukai.
"Nah kalau penurunan, industri akan tutup, akan banyak terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) karyawan," kata Firman.
Selain itu, efek kenaikan cukai rokok juga diprediksi berdampak terhadap penerimaan negara. Penerimaan dari cukai rokok bakal turun.
"Artinya, kalau industri dimatikan maka itu akan berbanding lurus dengan penerimaan negara. Sedangkan, penerimaan negara mengalami penurunan," kata mantan Ketua Pansus Rancangan Undang Undang (RUU) Tembakau itu.
Melihat dampak negatif yang akan terjadi, Firman minta agar kebijakan yang dibuat tidak melemahkan industri. Dia mengingatkan bahwa cukai rokok sudah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.
"Oleh karena itu industri, baik pertembakauan atau apa pun itu dijaga, karena jelas industri pertembakauan sudah berkontribusi terhadap penerimaan negara hingga Rp200 triliun," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News