"Umumnya negara-negara yang berbudaya menyediakan uang pensiun sebesar 40 persen sampai 75 persen dari upah terakhir. Dari mana uangnya? Hanya ada dua sumber, pajak penghasilan dan atau iuran jaminan pensiun," ujarnya, di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2015).
Dirinya menambahkan, pekerja di banyak negara maju di Eropa, Australia, dan Amerika sudah memperoleh uang pensiun bulanan yang layak sehingga mereka mampu menjadi turis. "Sementara pekerja Indonesia memang sangat menyedihkan. Upah minimumnya saja terlalu kecil," lanjut dia.
Saat ini, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan iuran pensiun sebanyak delapan persen dari upah. Itupun hanya mampu memberikan sekitar 40 persen dari upah terakhir yang sangat minim. Sementara itu, para pengusaha meminta iuran pensiun hanya sekitar dua persen.
"Sementara itu pegawai negeri sudah menikmati (uang) pensiun 75 persen dari gaji pokok, yang kini bahkan sudah lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi di Jakarta. Jadi sangat diskriminatif," terangnya.
Selain itu menurut dia, jika pemerintah menetapkan iuran sangat kecil dan besaran uang pensiun bulanan sangat minimal, pemerintah menistakan pekerja. Jika pekerja dinistakan, maka produktivitas dan daya saing bangsa akan terus terpuruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News