"Ada satu aspek lagi yang harus kita bicarakan, garam untuk keperluan konsumsi harus iodisasi," kata Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI Agung Kuswandono dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Produksi dan Kualitas Garam Nasional di Pullman Hotel, Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (5/10/2016).
Agung menyebut, garam beryodium penting misalnya untuk pengasinan ikan. Ketika ikan diasinkan, manusia yang memakannya juga menikmati asin yang ada.
Tanpa disadari, jika garam yang digunakan untuk mengasinkan tidak mengandung yodium, akan berpengaruh pada yang mengonsumsinya.
"Kita gunakan garam untuk konsumsi tapi syarat iodisasi harus dipikirkan," tambah Agung.
Nutrition Specialist UNICEF Indonesia Ninik Sukotjo menuturkan konsumsi garam yodium pada rumah tangga di Indonesia tiap tahun makin berkurang. Data yang ada pada 2016, hanya 35-39 persen rumah tangga yang menggunakan garam yodium.
Padahal, garam yodium sangat diperlukan utamanya bagi ibu hamil. Seorang yang kekurangan yodium bisa mengakibatkan gondok, cebol hingga berpengaruh pada tumbuh kembang otak.
Saat ini, sebetulnya kata dia banyak industri garam yodium. Tapi, kecukupan perlu diperhatikan.
"Kita lihat di media, Indonesia garis pantai banyak, Indonesia memang penghasil garam, tapi garam saja. Kita perlunya garam yang iodisasi untuk konsumsi itu lebih yang kita mau," ujar Ninik dalam kesempatan yang sama.
Di lain pihak, GM Corporate Komunikasi PT Mayora Sribugo Suratmo menyebut saat ini kebutuhan garam konsumsi makin meningkat. Masyarakat makin menyukai makanan yang gurih.
Hal ini tentu kata dia akan menguntungkan petani garam. Namun kata dia perusahaannya tentu memiliki standar untuk mengambil garam dari petani salah satunya yodium yang disyaratkan.
Dia yakin, jika petani memproduksi garam yodium sesuai standar akan banyak garam petani yang diserap oleh perusahaan untuk menghasilkan makanan ringan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News