Dari 12 pelaku usaha yang terindikasi kartel ayam, tiga perusahaan merupakan emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).
Adapun sembilan perusahaan peternakan yang juga tersangkut dugaan kartel adalah PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT CJ-PIA, PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, dan PT Hybro Indonesia.
"Kasus ini sedang disidangkan di KPPU, kita ikuti saja apa hasilnya nanti," ujar Presiden Direktur Charoen Pokphand Indonesia, Tjiu Thomas Effendy ditemui pada saat paparan publik perseroan di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Pihak manajemen pun, menurut Tjiu, akan kembali menjalani sidang lanjutan pada Senin pekan depan. Sebelumnya perseroan sudah mengikuti beberapa kali ikut sidang, karena ini sidang lanjutan.
"Ini sidang lanjutan, jadi kita akan ikuti kembali lagi. Senin mendatang juga akan ada sidang lagi," jelas Tiju.
Kartel ayam yang disangkakan KPPU bermula dari kesepakatan pelaku usaha dan regulator untuk menggulirkan program culling atau pemusnahan 6 juta ekor indukan ayam (parent stock/PS) pada September 2015. Tujuannya, agar harga ayam broiler yang anjlok di bawah biaya pokok produksi dapat terdongkrak.
Sebelumnya, KPPU mengungkapkan ada 12 perusahaan yang melakukan kartel ayam. Permasalahan kartel ayam ini berubah statusnya dari penyelidikan ke persidangan. Dalam proses penyelidikan, tim penyelidik telah menemukan alat bukti yang cukup terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam pasal itu berbunyi bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Menurutnya, hasil penyelidikan telah dilaporkan pada rapat komisi dan komisi menyetujui jika laporan tersebut dilanjutkan ke tahap persidangan.
"Perkara ini merupakan inisiasi KPPU bukan berdasarkan laporan masyarakat. Diawali dengan adanya pemberitaan terkait adanya kesepakatan pengafkiran indukan ayam (Parent Stock) yang dibuat oleh beberapa perusahaan," tutur dia.
Kesepakatan itu, lanjut Syarkawi, juga diketahui oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang kemudian oleh KPPU melakukan penyelidikan.
Dalam penyelidikan diketahui harga jual anak ayam yang baru berumur sehari atau DOC mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari harga jual DOC sebelum dilakukan pengafkiran parent stock. Hal ini juga akhirnya berdampak pada naiknya harga daging ayam di pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News