Pasalnya, PNM tersebut terindikasi tidak untuk menyubsidi pelaku UKM, melainkan untuk menyubsisi eksportir besar dan produsen di industri tertentu yang sudah mapan.
"Kita minta DPR kaji dan Menteri BUMN kaji ulang PNM ini ke Bank Exim," ujar Ketua Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah BPP Hipmi Yuke Yurike dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Menurut Yuke, PNM yang jumlahnya cukup besar tersebut akan digunakan menyubsidi bunga kredit sebesar tujuh persen. Namun target dari subsidi ini kurang tepat karena dananya akan digunakan menyubsidi produsen dan eksportir yang sudah mapan.
Subsidi bunga oleh negara, lanjut Irfan, lebih cocok digunakan untuk nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, kenyataannya, subsidi ini akan digunakan untuk produsen yang sudah mapan. "Yang pinjamannya di bawah Rp25 juta, tanpa agunan," ujar Yuke.
Seperti diketahui Direktur Eksekutif LPEI Ngalim Sawega menyatakan PMN Rp1 triliun tahun ini diperusahaannya akan digunakan untuk menyubsidi bunga pinjaman sektor yang rawan terjadi PHK (padat karya) seperti produsen crude palm oil (CPO), batu bara, tekstil, karet, kakao, dan alas kaki.
Namun, Hipmi menilai, subsidi bunga oleh negara lebih pantas diberikan kepada pengusaha mikro dan pemula yang nilainnya dibawah Rp25 juta. Menurut Hipmi, tidak semua UKM layak mendapat subsidi bunga, apalagi kemudian untuk produsen-produsen seperti produsen CPO, batu bara, tekstil, karet, kakao, dan alas kaki.
Dia menilai, subsidi bunga kepada pelaku UKM utamanya nasabah KUR lebih tepat diberikan kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero). Pasalnya, bank ini lebih punya pengalaman menyalurkan panjang menyalurkan bantuan pemerintah berupa subsidi kepada pelaku usaha kecil dan mikro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News