Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebab total biaya logistik itu termasuk biaya di dalam terminal dan di luar terminal. Biaya dwelling time dihitung hanya saat dikeluarkan di terminal peti kemas.
"Dwelling time tidak berbanding lurus dengan total cost logistik. Total cost logistik meliputi biaya terminal dan non terminal," kata Budi di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa, 3 April 2018.
Budi menjelaskan salah satu contoh pelabuhan yang tidak menjadikan dwelling time sebagai tolak ukur performa pelabuhan adalah Laem Chabang Port di Thailand disana dwelling time antara 5-15 hari.
Sementara, di Indonesia dwelling time dianggap sebagai tolak ukur pelabuhan. Per 1 Maret 2018, dwelling time berkisar 3,7 hari dengan rincian pelabuhan Belawan 3 hari, Tanjung Priok 3,4 hari, Tanjung Emas 3,7 hari, dan Makassar 0,9 hari. Kemenhub pun mematok dwelling time di seluruh pelabuhan paling tidak hanya tiga hari.
Di sisi lain, Budi juga menuturkan, pemerintah terus mengevaluasi kebijakan dwelling time. Berdasarkan laporan para pengusaha di Pelabuhan Tanjung Priok ada permasalahan yang membuat proses bongkar muat terkendala. Masalah itu adalah penimbunan barang (over stay).
"Satu berkaitan dengan masih adanya barang-barang yang over stay dengan waktu lebih dari tiga hari," ujar dia.
Rencananya lusa, ia akan langsung meninjau lokasi untuk mencari tahu penyebab barang over stay di sana. Ia mensinyalir barang ditaruh dengan sengaja disana karena biaya yang murah.
"Kamis saya akan kesana karena disinyalir banyak tempat-tempat yang bisa dipakai yang lebih murah begitu dwelling time itu selesai," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News