Irwan mengatakan pembangunan infrastruktur di Kaltim masih kurang. Kondisi tersebut tidak sebanding dengan kontribusi Kaltim terhadap negara.
"Kaltim salah satu sandaran republik ini, karena kontribusi Kaltim ke negara ini sangat besar. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) setiap tahun sampai Rp620 triliun. Tapi yang balik ke Kaltim tidak sampai lima persen," kata Irwan di Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Politikus Demokrat itu menjelaskan, kondisi tersebut terjadi karena Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam aturan tersebut, daerah penghasil tambang berupa minyak bumi hanya mendapatkan jatah 30 persen. Sementara, pemerintah pusat mendapat 70 persen.
"Persentasenya masih sangat rendah dibandingkan kawan-kawan kita (daerah) yang sudah otonomi khusus. Papua, Aceh, itu sudah 70 persen. Kaltim kebalikannya, 30 persen hasil tambang minyak bumi untuk daerah," katanya.
Legislator asal Kaltim itu menyebutkan kondisi ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Kaltim rendah dibandingkan tingkat nasional. Pada 2018, pertumbuhan ekonomi Benua Etam itu hanya 2,67 persen.
"Sementara, sumber daya alam (SDA) kami terus dikeruk, menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi Kaltim. Ini membuat akselerasi pembangunan di Kaltim tidak mengalami kemajuan signifikan," ucap Irwan.
Jika pemindahan ibu kota negara ke Kaltim terwujud, diharapkan berdampak terhadap pesatnya pembangunan infrastruktur.
"Pembangunan akan fokus, APBD juga meningkat, maka ini simultan. IKN (ibu kota negara) terbangun dan 10 kabupaten/kota tumbuh dan terintegrasi dengan perencanaan ibu kota yang baru. Harapan normalnya seperti itu," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News