"Penetrasi produk impor tinggi," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Gedung BKPM, Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.
Bahlil mengungkapkan upah tenaga kerja dan tingginya biaya produksi juga menjadi penyebab kinerja pabrik tekstil merosot. Menurutnya, bahan baku dalam negeri lebih mahal sehingga harga tekstil produk Indonesia menjadi kalah saing.
"Bahan baku di sini kan memang agak mahal, karena mesin-mesin kita agak tua, sehingga perlu peremajaan," ungkapnya.
Ia pun masih mengumpulkan jumlah pabrik yang resmi ditutup dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) maupun Asosiasi Produsen Serat Sintesis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI).
"Belum, kita belum punya data, kita nanti data teknisnya saya lagi minta teman-teman API dan APSyFI," terang mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini.
Sementara itu, Ketua Umum APSyFI Ravi Shankar menambahkan harga gas, harga listrik, aturan perpajakan hingga kepabeanan turut mempersulit ekspansi industri tekstil dalam negeri.
Ia berharap pemerintah menciptakan kebijakan yang lebih harmonis dan berpihak pada industri di Tanah Air.
"Kadang-kadang kepentingan ini ada beberapa hal yang perlu disinkronisasikan. Kita harap BKPM bisa sinkronkan, harmonisasi regulasi, seperti itu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News