"Sebagian karyawan yang menolak perpanjangan kontrak itu mengincar pesangon besar. Itu ada dalam perjanjian kerja bersama (PKB) antara pekerja dan direksi JICT," ucap Sekretaris Jenderal Serikat Karyawan JICT Mufti, dalam keterangan resminya, Senin, 26 Maret 2018.
Pada PKB 2013-2015 yang diteken SP JICT dan Direksi JICT, dalam pasal 99 memang tercantum beberapa klausul kewajiban perusahaan yang harus dibayarkan kepada pekerja jika kontrak JICT berakhir. Dari lima poin yang ada dalam pasal 99 itu, poin E menyebut klausul entang Rasionalisasi. Dijelaskan bahwa kompensasi perusahaan kepada para karyawan adalah 10 x masa kerja (dalam tahun) x upah pokok. Sederhananya seorang karyawan JICT yang memiliki masa kerja 20 tahun akan mendapat pesangon 200 kali gaji pokoknya saat kontrak JICT berakhir di 2019.
Sementara gaji pokok dan penghasilan pekerja JICT hingga kini merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Dokumen penghasilan pekerja JICT yang pernah beredar ke publik menyebut bahwa penghasilan pekerja di JICT berkisar antara Rp600 juta-Rp1,6 miliar per tahun, atau Rp50 juta-Rp133 juta per bulan di 2016 lalu.
"Yang ada di pemikiran pekerja level grass root jika dilakukan rasionalisasi mereka akan mendapatkan uang pesangan yang banyak. Padahal itu salah, karena rasionalisasi baru dilakukan jika JICT dibubarkan," tutur Mufti.
Lanjut Mufti, jika kontrak JICT tidak diperpanjang, sebagai entitas usaha JICT tidak serta merta bubar. Sebagai perseroan terbatas (PT), kepemilikan saham perusahaan tetap sama yaitu Pelindo II dan Hutchison Port Holding.
Itu sebabnya Sekar JICT justru mendorong terjadinya perpanjangan kontrak. Selain memberikan kepastian mengenai nasib karyawan, perpanjangan kontrak juga akan menguntungkan konsumen dan ekonomi Indonesia. Sebab, investasi di JICT akan terus membesar, sehingga kualitas dan kecepatan layanan yang meningkat akan mendorong efisiensi logistik di pelabuhan.
"Menurut kami, perpanjangan kerja sama memberikan manfaat jangka panjang bagi para karyawan. Kalau kontrak berakhir, status karyawan JICT justru menjadi tidak jelas. Karena itu fokus kami saat ini adalah bekerja profesional agar perusahaan maju dan karyawan juga makin sejahtera," ujar Mufti.
Sebelumnya dua serikat kerja di TPK Koja yaitu Serikat Pekerja (SP) dan Serikat Pekerja Bersatu (SPB) TPK Koja menyatakan diri melebur jadi satu untuk mendukung langkah perusahaan memperkuat daya saing. Maklum persaingan antar terminal petikemas di pelabuhan Tanjung Priok makin ketat.
"Fokus kami saat ini adalah mendukung upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kami tidak ingin mengorbankan nasib ratusan karyawan Koja yang sudah tergantung pada perusahaan ini," tutur Ketua SP TPK Koja, Joko Supriyanto, belum lama ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News