Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Sektor Pertanian Butuh Sentuhan Permodalan Fintech

Ade Hapsari Lestarini • 27 Januari 2018 18:05
Jakarta: Seiring dengan perkembangan teknologi, pilihan investasi semakin beragam. Sektor pertanian pun bisa menjadi salah satu peluang yang bisa dikembangkan. Peluang ini coba ditawarkan oleh sejumlah penyedia atau pengelola platform investasi di bidang pertanian, baik berupa crowdlending, peer-to-peer (P2P) lending, crowdfunding atau lainnya.
 
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal (Purn) Moeldoko menyampaikan masih banyak potensi yang belum tergarap optimal di bidang pertanian. Dia juga mengajak masyarakat, khususnya pelaku financial technology (fintech) di bidang pertanian, sering-sering terjun ke lapangan untuk mengetahui kondisi nyata yang dihadapi oleh para petani.
 
"Silakan lihat langsung ke lapangan. Anda akan melihat potensi yang begitu besar. Para petani juga butuh sentuhan fintech agar lebih maju dan berkembang," ujar Moeldoko, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 27 Januari 2018.

Sama halnya yang sudah dilakukan mantan Panglima TNI ini melalui HKTI, terus berinovasi dan mengembangkan teknologi. Dirinya juga terua mengupayakan agar para petani bisa menembus sektor permodalan.
 
"Semodern apa pun zaman, kita tetap butuh makan. Maka teknologi juga harus berperan aktif di sektor pertanian. Tidak akan rugi bila permodalan diarahkan ke teknologi pertanian," jelas pria yang menjabat Kepala Staf Presiden (KSP) ini.
 
Startup untuk Pertanian
 
Melirik peluang itu, CEO Vestifarm Dharma mendirikan startup Vestifarm untuk memudahkan para petani dan peternak di pelosok mendapatkan modal. Dharma menuturkan saat ia mengunjungi sebuah desa di Sumedang, Jawa Barat. Saat itu, ia bertemu dengan seorang peternak sapi bernama Mang Yon Yon yang merupakan peternak sapi yang tersohor di desa itu. Dharma terkejut melihat tidak ada seekor sapi pun di kandang milik Mang Yon Yon.
 
Mang Yon Yon mengisahkan apabila ia sudah tidak beternak sapi selama sembilan bulan karena keterbatasan modal. Sejak itulah, Dharma bertekad untuk menciptakan platform Vestifarm yang bisa membantu petani dan peternak.
 
Vestifarm menerapkan konsep syariah terkait bagi hasil antara investor dan peminjam (petani atau peternak). Dalam konsep tersebut, Vestifarm membuat semacam kontrak bagi hasil kepada investor dan peminjam secara terpisah. Sampai sejauh ini, pendanaan yang telah disalurkan melalui Vestifarm tercatat sebesar Rp9 miliar lebih.
 
Untuk mitigasi risiko, Tim Vestifarm juga melakukan survei langsung ke lokasi calon peminjam. Meski begitu, Dharma meneruskan, risiko dalam berinvestasi di sektor pertanian tetap ada, misalnya akibat faktor cuaca. Terlebih, Vestifarm tidak menggunakan asuransi dalam skema investasi yang ditawarkannya.
 
Oleh sebab itu, dalam kontrak kerja sama yang dibuat, Vestifarm memuat klausul-klausul secara detil. Permasalahan identik juga ditemui oleh Wineka dalam mengembangkan platform-nya, yakni Tani Fund. Ia berujar, sektor pertanian adalah penyumbang terbesar ke-2 Gross Domestic Product (GDP) Indonesia di 2016.
 
Meski begitu, masih banyak potensi yang belum tergali maksimal dari sektor ini. Lahan pertanian darat, misalnya, masih memiliki potensi sebanyak 14 juta hektare yang bisa digarap. Belum lagi untuk sektor yang berkaitan dengan kelautan.
 
Usia para petani pun sebagian besar (61 persen) lebih dari 45 tahun. Hal ini menyiratkan minat generasi muda terhadap sektor pertanian masih rendah. Selain itu, masalah rentenir juga menjadi tantangan tersendiri. Untuk ini, Tani Fund melakukan pendekatan edukatif kepada rentenir yang ternyata juga sebagian adalah petani itu sendiri.
 
Yang jelas, berinvestasi di sektor pertanian cukup menjanjikan. Apalagi bila diiringi dengan aspek sosial, seperti membantu meningkatkan kesejahteraan petani atau peternak.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan