Supit mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi mempertimbangkan secara matang rencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.
"Itulah yang harus diperdebatkan, kalau hanya sekadar menarik pajak dari asing tapi mengorbankan tanah air kita, itu harus dipertimbangkan betul," kata Supit pada Metrotvnews.com, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (25/6/2015).
Menurut politisi Partai Golkar ini, yang harus dipertimbangkan adalah jangan sampai asing terlalu banyak berkuasa di Indonesia. Dirinya mengingatkan, jangan semata-mata untuk mengejar penerimaan negara dari sisi pendapatan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pada akhirnya bangsa ini jatuh miskin.
"Jangan semata-mata mencari uang kecil, pada akhirnya kita enggak memiliki apa-apa, properti dimiliki asing, bank dimiliki asing, ya nanti kita hidup di negara asing," tuturnya.
Terlebih lagi, dia memandang properti dengan nilai minimum Rp5 triliun yang dianggap sebagai barang mewah jika ditaksir tidaklah besar, hanya berukuran 170 meter persegi.
"Dengan luas segitu berarti sudah bisa dibeli, banyak peminat, karena dianggap murah. Bagi mereka pajak yang diinginkan di kita enggak terlalu besar juga, apalagi kalau bisa dimain-mainin," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito mengatakan, dengan dibolehkannya warga negara asing memiliki properti di Indonesia bakal mempengaruhi peningkatan pendapatan negara dari segi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) hunian.
"Kalau orang asing punya, boleh punya properti Alhamdulillah. PPnBM bisa masuk ke situ. Kita kan ngikut, karena mereka kan enggak boleh beli yang murah," kata Sigit Rabu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News