Illustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.
Illustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

Beda Pendapat Soal Biaya STNK & BPKB, FITRA: Koordinasi Pemerintah Buruk

Husen Miftahudin • 05 Januari 2017 20:50
medcom.id, Jakarta: Kenaikan tarif penerbitan surat-surat kendaraan seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK), buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), mutasi dan tanda nomor kendaraan (TNKB) ditentang banyak kalangan, terutama Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
 
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi mengungkapkan, kenaikan tarif yang hampir tiga kali lipat tersebut seharusnya dikaji ulang secara mendalam. Terlebih, pemerintah sendiri masih saling silang pendapat soal kenaikan tarif ini.
 
Kata Apung, silang pendapat pemerintah terlihat ketika Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui bahwa kenaikan tarif itu bukanlan usulan langsung dari pihaknya. Disebutnya, keputusan itu merupakan hasil pertimbangan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang diajukan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Di sisi lain, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution berpendapat kenaikan biaya pengurusan surat-surat kendaraan bermotor hingga 300 persen terlalu tinggi. Senada, Presiden Joko Widodo juga keberatan dengan kenaikan tersebut.
 
"Hal ini menandakan tidak ada koordinasi antara Presiden, Kemenkeu maupun Kepolisian," ketus Apung di kantor FITRA, Jalan Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017).
 
Menurut dia, seharusnya pemerintah lebih transparan ketika menyusun sebuah kebijakan. Kebijakan juga harus diuji coba terlebih dahulu sebelum diterapkan kepada masyarakat.
 
"Apakah ada uji publik atau kajian mengenai rencana ini. Naiknya juga tidak usah sampai 300 persen. Terlebih soal pelayanannya, kenaikan ini tidak sebanding, masyarakat juga pasti kecewa," tutur dia.
 
Di sisi lain, Sekjen FITRA Yenny Sucipto mendesak Jokowi untuk segera membatalkan kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
 
Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan kenaikan PNBP dari sektor lain yang potensi penerimaannya lebih besar ketimbang menaikkan biaya pengurusan STNK dan BPKB. Misalnya, sektor kehutanan yang sebenarnya ada potensi kehilangan penerimaan sebanyak Rp30,3 triliun.
 
"Persoalan ini (sektor kehutanan) yang tidak pernah ada upaya dari pemerintah untuk meraup potensi penerimaan tersebut. Padahal kehutanan lebih tinggi daripada PNBP STNK yang hanya Rp1,7 triliun," tutup Yenny.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan