Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Alexander Sparringa (tengah) menunjukkan produk ilegal saat konferensi pers di Kantor BPOM di Jakarta, Selasa (22/12). ANTARA FOTO/Reno Esnir.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Alexander Sparringa (tengah) menunjukkan produk ilegal saat konferensi pers di Kantor BPOM di Jakarta, Selasa (22/12). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

Tiga Bulan MEA, BPOM Dampingi 1.000 UMKM

Desi Angriani • 31 Maret 2016 01:45
medcom.id, Jakarta: Genap tiga bulan Indonesia menjajaki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Berbagai program dan pendampingan produk dalam negeri pun telah dilakukan pemerintah.
 
Kepala BPOM Roy Sparringa menyebut, pihaknya telah membina lebih dari 1.000 usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri rumah tangga pangan (IRTP) di seluruh Indonesia. "Pada tahun 2016 sebanyak 1.000 lebih UMKM yang sudah diintervensi," kata Roy kepada Metrotvnews.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
 
Pendampingan yang dilakukan terhadap UMKM dan IRTP berupa kemudahan mendapatkan sertifikat hak cipta dan nomor MD. Sertifikat hak cipta berfungsi untuk melindungi produk dalam negeri apabila ada yang mencuri atau menyamai ide bisa dikenai sanksi.

Sementara, nomor MD diberikan kepada produsen makanan dan minuman bermodal besar yang diperkirakan mampu untuk mengikuti persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. "Supaya punya daya saing tinggi kita bantu jadi MD. Kalau sudah dapat MD, mereka bisa menjual produknya lebih besar lagi dan kalau belum ada MD mereka menolak," ungkap dia.
 
Menurut Roy, pendampingan tak hanya sebatas memberikan sertifikasi tapi juga akses modal dan akses pasar. Untuk itu, dia berharap kementerian/lembaga terkait ikut terlibat agar pelaku UMKM semakin kreatif dalam menghadirkan bermacam pilihan produk dan desain.
 
"Mereka butuh akses modal atau akses pasar kita menggandeng berbagai pihak. Kami sudah indentifkasi ada 23 kementerian/lembaga terkait UMKM. Jadi memang di Indonesia ini tidak bisa kita lepaskan dari kerja sama yang baik," papar Roy.
 
Untuk menghadapi serangan dari luar, lanjut Roy, BPOM menerapkan aturan pre-market dan post-market guna memperketat barang yang beredar. Pre-market berfungsi untuk mengawasi makanan sebelum beredar sedangkan post-market untuk mengawasi yang sudah beredar.
 
"Post-market artinya, begitu masuk produknya ke Indonesia, tentu post-market kita harus sampling, kita harus uji. Kalau tidak, tentu tidak sesuai dengan aturan, itu bisa kita tolak," pungkas dia.
 
Sebelumnya, di tahun 2014, BPOM telah menerbitkan 8.082 persetujuan obat, 2.137 persetujuan obat tradisional, 812 persetujuan suplemen kesehatan, 15.396 persetujuan pangan, dan 36.642 notifikasi kosmetika. Saat ini, jumlah persetujuan obat dan makanan dalam negeri lebih banyak dibandingkan impor.
 
Untuk produk kosmetika, jumlah notifikasi produk impor lebih banyak dibandingkan produk dalam negeri. Peningkatan produk impor ini perlu mendapat perhatian, terutama memasuki MEA 2016.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan