Ilustrasi. Antara/Herka Yanis Pangaribowo
Ilustrasi. Antara/Herka Yanis Pangaribowo

Industri Padat Karya Bergerak ke Jawa Tengah

Anshar Dwi Wibowo • 13 November 2014 16:59
medcom.id, Jakarta: Pengusaha mulai membidik Jawa Tengah untuk pengembangan industri padat karya. Sebab, Jakarta dan Jawa Barat dinilai sudah tidak memenuhi nilai ekonomis dalam berbisnis. Salah satunya karena upah buruh yang dinilai terlalu tinggi untuk industri padat karya.
 
"Kami tengah mencari daerah-daerah khusus industri padat karya. Jawa Tengah upahnya masih murah Rp1,2 juta-Rp1,6 juta. Di situ industri padat karya bisa lebih banyak, jangan lagi di Jakarta, Banten, dan Jawa barat," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
 
Sofjan mengungkapkan, Jawa Tengah akan menjadi pilot project kawasan industri padat karya. Sejumlah investor dari Taiwan, Korea Selatan, dan perusahan-perusahaan di Asia lainnya sudah menyatakan minatnya. Maka itu, dia melanjutkan, Apindo akan memfasilitasi para investor tersebut untuk bisa merealisasikan keinginannya.

"Kita akan fasilitasi tapi pemerintah sediakan listrik yang betul, dan fasilitasi pelabuhan yang lebih baik, selain itu juga sediakan perumahan buruh di sana," tuturnya.
 
Lebih lanjut Sofjan mengungkapkan, pemerintah juga harus mencari formula yang tepat terkait upah. Terutama terkait permasalahan upah yang membebani pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Upah di segmen UKM tidak bisa disamaratakan dengan upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Apalagi menjadikan Jakarta sebagai acuan.
 
"Kita jangan bicara Jakarta, karena ini sesuatu yang spesial, service di sini, orang kaya di sini. Jangan bikin Jakarta sebagai barometer. Kalau semua sama seperti Jakarta, akhirnya mati. Kalau industri mati akhirnya buruh tidak dapat pekerjaan," tukasnya.
 
Sedangkan perusahaan besar, Sofjan melanjutkan, relatif bisa bertahan dan memenuhi ketentuan upah yang ditetapkan pemerintah. Dia mengklaim perusahaan-perusahaan besar sudah membayar gaji karyawan di atas Rp3 juta.
 
"Kita yang besar-besar tidak ada yang bayar di bawah (upah minimun) tapi bagaimana yang kecil-kecil, bisa apa tidak bayar itu. You harus pikirkan 90 persen lebih kita (pengusaha) UKM dan labour intensive (industri padat karya). Itu mati semua karena merasa perlu naik-naik (upah)," katanya.
 
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP). Sebab, salah satu daya tarik Indonesia ialah upah yang kompetitif. Sebagai contoh, salah satu penyebab banyak industri yang lari dari Tiongkok adalah upah yang tidak kompetitif lagi di Negeri Tirai Bambu tersebut.
 
"Untuk industri yang padat karya yang memerlukan banyak sekali karyawan, kita perlu bijak dalam hal ini. Jangan sampai industri yang kita butuhkan itu tidak mau investasi di Indonesia, karena sudah tidak kompetitif lagi," tuturnya.
 
Suryo mengungkapkan, pengusaha tidak anti dengan kenaikan upah namun jangan sampai menurunkan daya saing. Di sisi lain, penaikan upah juga harus ditopang dengan penaikan produktivitas. "Jangan paksa industri padat karya pakai robot," ucapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan