"Jadi setiap tahun siswa bisa mendapat sertifikat kompetensi tertentu. Begitu pula pada tahun berikutnya, sehingga ketika lulus dia akan mendapat beberapa sertifikat kompetensi tertentu plus ijazah," kata Darmin, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Untuk itu, pemerintah masih harus mempelajari sekolah-sekolah vokasional yang sudah ada, terutama yang selama ini sudah terintegrasi dengan industri. Ini dilakukan agar pemerintah memperoleh gambaran terbaik dari lembaga vokasional yang sudah ada.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan, diperlukan sinergi akademik, perguruan tinggi dan pelatihan vokasionalnya. Sehingga standar kompetensinya bisa dijalankan. Misalnya untuk orang yang magang, tentu harus jelas kerangka kerjanya seperti apa, insentifnya berapa, jangka waktu kerjanya berapa lama.
"Baru setelah itu dia diberikan sertifikasi agar keluarnya nanti dia bisa dipercaya oleh penyedia lapangan kerja karena memiliki kompetensi," jelas dia.
Sedangkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan perlunya pemerintah menggandeng industri untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi. Untuk mengikutkan industri secara masif, pemerintah sedang merancang bagaimana caranya industri membuka pintu untuk kerjasama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Selama ini, lanjut Airlangga, Indonesia hanya memiliki guru SMK yang berkualitas sekitar 20 persen saja. Untuk meningkatkan kualitas pengajar SMK, pihaknya sedang menyiapkan konsep, tenaga kerja industri yang sudah memasuki masa pensiun, notabene sudah berkecimpung di dunia industri cukup lama.
"Kita pindahkan saja menjadi guru SMK. Tentu kita beri modal berupa persiapan dan pelatihan sebelum terjun menjadi guru," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News