Ilustrasi (MI/M Yakub)
Ilustrasi (MI/M Yakub)

Legislator Pertanyakan Surplus Jagung

28 September 2018 23:16
Jakarta: Surplusnya produksi jagung di Indonesia yang disebutkan Kementerian Pertanian dipertanyakan. Pasalnya, peternak masih kesulitan mengakses jagung untuk pakan ternak mereka. Bahkan, mereka terpaksa beralih ke gandum walaupun harus meningkatkan biaya produksi.
 
Melihat fenomena ini, Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid Sa’adi siap mempertemukan Kementerian Pertanian dengan pengusaha. Ia ingin tahu berapa besaran produksi dan kebutuhan jagung yang sesungguhnya.
 
“Pertemuan akan menjadi salah satu solusi. Kami ingin mengecek langsung ke lapangan untuk memastikan mana yang benar (peternak atau Kementan). Karena laporannya surplus,” ujar Zainut, seperti dilansir Antara, Jumat, 28 September 2018. 

Menurutnya, tingginya harga pakan ternak akan menimbulkan efek berantai pada harga telur dan daging ayam. "Jangan sampai berimbas ke harga-harga lain,” tutur dia.
 
Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan saat ini peternak lebih banyak menggunakan gandum daripada jagung untuk bahan baku produksi. Langkah ini diambil karena kebutuhan jagung untuk produksi pakan tidak dapat terpenuhi.
 
"Pengusaha pakan membeli olahan gandum dari pabrik terigu. Ini dilakukan karena jagung tidak cukup," ujarnya.
 
Ia berharap pemerintah menata ulang kebijakan pakan dan bahan bakunya, khususnya jagung. Langkah yang bisa diambil pemerintah, kata dia, adalah menarik minat investor bisnis pascapanen.
 
"Daripada mengklaim jagung surplus, lebih baik pemerintah melibatkan pihak swasta. Jangan dikerjakan sendiri," ucapnya.
 
Ia mencontohkan selama ini Kementan memberikan bantuan dalam bentuk alat produksi pertanian, benih, dan pupuk. "Namun, dryer atau pengering tidak ada. Jagung itu seperti padi. Kalau musim hujan butuh dryer," katanya. 
 
Sudirman mengatakan pengusaha ternak lebih senang memakai jagung untuk bahan utama pakan ternak. Dengan memakai jagung, mereka tidak perlu lagi membeli zat aditif agar kaki ayam menguning.
 
"Masyarakat kita kalau milih daging ayam ingin yang kakinya kuning. Telur juga maunya kuning terang. Nah, itu kalau pakai (pakan) jagung. Kalau pakai gandum, kaki ayam putih. Jadi, harus ditambah zat aditif," kata dia.
 
Tersandera gandum
 
Sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menyatakan impor gandum melonjak sejak 2016. Ini seakan sebagai substitusi dari dilarangnya impor jagung. Impor jagung dilarang lewat Permentan Nomor 57 Tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia.
 
Pada 2016, impor gandum naik 3,1 juta ton dibandingkan pada 2015. Merujuk data UN Comtrade, impor jagung pada 2016 menjadi 1,1 juta ton atau merosot 2,2 ton dibandingkan dengan 2015 sebesar 3,3 juta ton.
 
Melambungnya volume impor gandum, Dwi Andreas menjelaskan, tak lain karena masuk dalam kategori gandum untuk pakan. "Gandum jenis ini muncul setelah adanya pembatasan impor jagung pada 2016," kata dia.
 
Untuk diketahui, di tahun 2015 nilai impor dari 7,41 juta gandum yang masuk Indonesia sebesar US$2,08 miliar. Untuk tahun yang sama, nilai impor sebanyak 3,27 juta ton jagung hanya US$696,65 juta. Artinya, harga gandum bisa lebih mahal dua kali lipat dibandingkan jagung.
 
“Harganya lebih mahal gandum. Untuk pakan, memang lebih bagus jagung," ujarnya lagi.
 
Kebergantungan membuat pakan ternak dari jagung masih berlangsung sampai kini. Ini terlihat dari masih derasnya impor gandum di 2018. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum dari Januari-Juni 2018 sudah mencapai 4,53 juta ton. Nilainya menyentuh US$1,13 miliar.
 
Mahalnya harga gandum ini pula, menurut Dwi Andreas, yang membuat harga pakan tidak terkendali di sepanjang tahun ini. Yang pada akhirnya membuat harga daging ayam dan telur pun melaju kencang.
 
“Tahun ini sudah naik tiga kali. Satu tahun sudah naik tiga kali sampai Agustus kemarin. Bisa dibayangkan, kalau pakan naik, harga daging ayam dan telur otomatis akan naik,” kata Dwi.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan