"Saat ini uang logam yang masuk ke BI sangat sedikit dibandingkan yang keluar," kata Soekowardojo di Manado, seperti dikutip dari Antara, Rabu 31 Maret 2017.
Soekowardojo mengatakan, ada begitu banyak uang logam yang mengendap di tangan masyarakat dan enggan untuk dijadikan alat pembayaran.
"Sudah menjadi kebiasaan masyarakat di sini, enggan untuk membeli dengan uang logam, sehingga kembaliannya hanya mengendap di rumah saja," jelas dia.
Padahal, katanya, tanpa uang logam juga transaksi perdagangan akan terganggu dan berdampak pada inflasi daerah.
"Berdampak ke inflasi karena harga sebenarya hanya Rp2.750 tapi karena tidak mau kembalian logam jadi dibayar dengan harga Rp2.800 atau Rp3.000," tambah dia.
Sehingga, pihaknya mengimbau agar perbankan menerima semua uang logam yang nantinya dibawa masyarakat ke bank, karena BI akan siap menerimanya.
Sekadar diketahui, katanya, biaya pembuatan uang logam masih lebih tinggi dibandingkan dengan kertas. Dan semua masyarakat baik pembeli maupun pedagang wajib menghargai dan menggunakan semua jenis pecahan uang rupiah karena merupakan Lambang Negara Kesatuan RI.
"Bagi siapa yang tidak menghargai akan ada sanksi sesuai dengan Undang-undang Mata Uang Nomor 7 tahun 2011, baik pidana hukuman badan maupun denda," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News