Luhut mengatakan saat ini hampir 50 persen kekayaan Indonesia dikontrol hanya satu persen dari total penduduk. Banyak perusahaan yang menguasai tanah dalam jumlah besar.
"Ada perusahaan yang memiliki tanah hingga 3,5 juta hektare (ha), 2 juta ha, 1 juta ha. Singapura itu tanahnya hanya 200 ribu ha," kata Luhut, di depan ratusan mahasiswa dan sivitas akademik IPB, Kamis 2 Maret 2017.
Yang lebih mengerikan, kata Luhut, ada pula tanah perusahaan dikolateralkan (dijadikan jaminan) ke bank. Dengan begitu, perusahaan bisa saja mencairkan dana, dengan cara menjaminkan tanah negara. "Jadi kaya raya dia. Masuk top ten, 40 orang terkaya di Indonesia. Itu ketidakadilan," kata pria yang tahun ini genap berusia 70 tahun.
Kendati demikian, Luhut tidak menjelaskan perusahaan dan di bidang apa saja yang memiliki aset sebanyak itu. Ia menekankan, Pemerintah tidak mau lagi hal serupa terjadi di masa yang akan datang.
"Presiden katakan, kita engggak mau lagi. Ya tapi enggak bisa dibunuh juga itu," tutur Luhut.
Oleh karenanya, pemerintah tengah berupaya meminimalisir kesenjangan dengan berbagai kebijakan. Salah satunya terkait kebijakan produksi kelapa sawit ke biodiesel. Ini bisa menguntungkan sekitar 50-52 persen petani plasma yang ada.
"Petani plasma bisa menikmati harga yang lebih bagus. Kalau itu terjadi kan bagus," kata Luhut.
Kemudian, pemerintah juga sudah mencari dana murah untuk mengganti bibit kelapa sawit yang hasil produksinya tidak maksimal, sekitar 2-3 ton. Oleh karena itu, pemerintah tengah menjalin kerja sama dengan University of California di Barkeley, Amerika Serikat untuk penyediaan teknologi kelapa sawit yang bisa dipanen lebih bagus, sekitar 8-9 ton per hektare (ha).
"Nah sekarang, sekitar 9,5 juta ha tanah yang tersedia presiden katakan, bagikan. Supaya, bisa dapat kepada petani-petani di daerah. Dengan adanya itu, ada pemerataan yang lebih bagus lagi," pungkas Luhut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News